This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 08 Desember 2012

Kabel UTP Local Area Network ( LAN ) : Susunan Straight Susunan Cross

Susunan Straight:
Ujung kabel 1 dan 2 sama


  1. Putih Orange
  2. Orange
  3. Putih hijau
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Hijau
  7. Putih coklat
  8. Coklat
gambarnya seperti berikut


Susunan Cross:
Ujung Kabel 1:

  1. Putih Orange
  2. Orange
  3. Putih hijau
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Hijau
  7. Putih coklat
  8. Coklat
Ujung Kabel 2 :
  1. Putih hijau
  2. Hijau
  3. Putih orange
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Orange
  7. Putih coklat
  8. Coklat
 gambarnya seperti berikut
 
Sekian dulu dari saya, semoga bermanfaat bagi pembaca

Sabtu, 01 Desember 2012

Karakteristik Broadcast Journalism, Prinsip Penulisan, Elemen Pemberitaan

Oleh ASM. ROMLI
Jurnalistik radio  (radio journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi berita dan penyebarluasannya melalui media radio siaran.
Jurnalistik radio adalah “bercerita” (storytelling), yakni menceritakan atau menuturkan sebuah peristiwa atau masalah, dengan gaya percakapan (conversational).

KARAKTERISTIK
  1. Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau disuarakan.
  2. Spoken Language. Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words). Kata-kata yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung dimengerti.
  3. Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus jelas, sederhana, dan sekali ucap langsung dimengerti.
  4. Global. Tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan, fakta-fakta diringkaskan.
PRINSIP PENULISAN
  1. ELF – Easy Listening Formula. Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
  2. KISS – Keep It Simple and Short. Hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit. Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives).
  3. WTYT – Write The Way You Talk. Tuliskan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
  4. Satu Kalimat Satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
ELEMEN PEMBERITAAN
  1. News Gathering – pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase: wawancara, studi literatur, pengamatan langsung.
  2. News Production – penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara” (sound bite), backsound, efek suara, dll.
  3. News Presentation – penyajian berita.
  4. News Order – urutan berita.
TEKNIS PENULISAN: PILIHAN KATA
  1. Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), e.g. jam empat sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
  2. Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g. Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan…
  3. Stay away from quotes. Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, e.g. Ia mengatakan siap memimpin demo (“Saya siap memimpin demo,” katanya).
  4. Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau akronim, tanpa menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN Bandung –Fulan—mengatakan…).
  5. Subtle repetition. Ulangi secara halus fakta-fakta penting seperti pelaku atau nama untuk memudahkan pendengar memahami dan mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan… Menurut Presiden…. Kepala Negara juga menegaskan….
  6. Present Tense. Gunakan perspektif hari ini. Untuk unsur waktu gunakan kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan nama-nama hari (Senin s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo hari ini… Besok mereka akan melanjutkan aksi protesnya…
  7. Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya. Angka 1 ditulis “satu” dst. Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25 atau 345 jangan ditulis: duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka ratusan, ribuan, jutaan, dan milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi ditulis: lima ratus, depalan ribu, 15-juta, 145-milyar.
  8. Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka, e.g. 600-ribu rupiah (Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
TANDA BACA KHUSUS
  1. Dash. tanda garis pisah (–) untuk sebelum nama atau kata penting atau butuh penekanan.
  2. Punctuation. Tanda Sengkang, yaitu tanda-tanda pemenggalan (-) untuk memudahkan pengucapan singkatan kata yang dieja. M-U-I, B-A-P, W-H-O, P-U-I, dsb.
  3. Garis Miring. Jika perlu, gunakan garis miring satu (/) sebagai pengganti koma atau sebagai tanda jeda untuk ambil nafas, garis miring dua (//) untuk ganti titik, dan garis miring tiga (///) untuk akhir naskah.
Contoh:
Menjelang Pemilu 2009/ sedikitnya sudah 54 partai politik/ mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM// Mereka akan diverifikasi untuk ikut Pemilu. Menurut pengamat politik –Arby Sanit/ banyaknya parpol itu menunjukkan animo elite untuk berkuasa masih tinggi///
PRODUK JURNALISTIK RADIO
  1. Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik. Biasanya berita penting, harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela siaran (breaking news) atau program reguler insert berita (news insert) tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
  2. Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari pengantar (cue) penyiar di studio dan laporan reporter di tempat kejadian, termasuk sound bite dan/atau live interview.
  3. Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan naskah berita, petikan wawancara (soundbite).
  4. Feature. Durasi 10-30 menit. Paduan antara berita, wawancara, ulasan redaksi, musik pendukung, dan rekaman suasana (wildtracking). Membahas tema tertentu yang mengandung unsur human interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
  5. Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah atau peristiwa.
Cue: Menjelang Pemilu 2009, sedikitnya sudah 54 partai politik mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM, guna diverifikasi sehingga bisa ikut Pemilu. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang banyaknya parpol tersebut, berikut ini petikan wawancara kami dengan beberapa warga masyarakat:
Sound Bite : 1. “Bagus lah, biar banyak pilihan…” 2. “Saya sih mau golpu aja, gak ada partai yang bagus sih menurut saya mah…” 3. “Saya akan setia pada parpol pilihan saya, tidak akan kepengaruh oleh parpol baru, belum tentu lebih bagus ka…” dst.
NEWS PROGRAM
  1. Buletin (Paket berita) – Berisi rangkaian berita-berita terkini (copy, straight news) –bidang ekonomi, politik, sosial, olahraga, dan sebagainya; lokal, regional, nasional, ataupun internasional. Durasi 30 menit atau lebih.Durasi bisa lebih lama jika diselingi lagu dan “basa-basi” siaran seperti biasa.
  2. News Insert – insert berita.Berisi info aktual berupa Straight News atau Voicer. Durasi 2-5 menit bergantung panjang-pendek dan banyak-tidaknya berita yang disajikan. Biasanya disajikan setiap jam tertentu. Bisa berupa breaking news, disampaikan penyiar secara khusus di sela-sela siaran non-berita.
  3. Majalah Udara — Berisi straight news, wawancara, dialog interaktif, feature pendek, dokumenter, dan sebagainya.
  4. Talkshow – Dialog interaktif atau wawancara langsung (live interview) di studio dengan narasumber, atau melalui telepon.
REFERENSI: Asep Syamsul M. Romli, Broadcast Journalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter, dan Scriptwriter, Penerbit Nuansa Bandung, 2004; Imelda Reynolds (ed.), Pedoman Jurnalistik Radio, Internews Indonesia, 2000; JB Wahyudi, Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Pustaka Utama Grafiti Jakarta, 1996; Torben Brandt dkk. (editor), Jurnalisme Radio: Sebuah Panduan Praktis, UNESCO Jakarta-Kedubes Denmark Jakarta 2001. By ASM. Romli. Ikhtisar perkuliahan “Jurnalistik Radio” Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi & Dakwah UIN SGD Bandung. Copyright © ASM. Romli. www.romeltea.com

Apa yang ditulis, Bagaimana menulis, Masalah Bahasa, ( Jurnal Berita)


Dalam sebuah surat kabar dikenal ada: berita, feature, tajuk, pojok, kolom, surat pembaca, iklan. Biasanya ada pula fiksi, karikatur, foto-foto. Berita dan feature adalah fakta, pojok dan tajuk adalah opini dari pengasuh koran, kolom dan surat pembaca adalah opini dari luar, iklan adalah sumber duit untuk penerbitan, sedang fiksi adalah karangan yang fiktif, bisa sebagai cerita bersambung, cerpen, dan sebagainya.

Dalam penerbitan majalah dan tabloid, keadaannya hampir sama. Mungkin majalah dan tabloid tidak ada fiksinya, kecuali majalah dan tabloid yang sifatnya hiburan, bukan majalah atau tabloid berita. Di penerbitan majalah dan tabloid, juga jarang ada tajuk rencana, yang isinya adalah opini yang mengatasnamakan penerbitan itu. Di beberapa penerbitan, pemimpin redaksi atau redaktur senior menulis opini khusus dengan byline. Misalnya, di Forum dulu ada Catatan Hukum. Itu tak bisa digolongkan opini, karena belum tentu mewakili isi majalah tersebut. Itu lebih tepat disebut kolom. Nah, di majalah TEMPO sekarang ini ada opini. Itu betul-betul opini yang sebenarnya, karena dibuat untuk mewakili kepentingan penerbitan. Dan tidak ada byline-nya (penulisnya).


Kriteria:
Jadi apa itu opini dan kolom, sudah jelas. Opini adalah tulisan yang merupakan pendapat seseorang atau lembaga. Kolom dan surat pembaca termasuk opini. Pokoknya segala yang bukan berita disebut opini.

Dan opini ada dua: mewakili lembaga (disebut tajuk, pojok, opini — dalam pengertian rubrik), dan mewakili perorangan (disebut kolom). Kalau dibagi lagi, kolom bisa ditulis oleh orang luar maupun orang dalam, tajuk dan sebagainya itu adalah opini yang ditulis oleh orang dalam.


Apa yang ditulis:

>Baik opini maupun kolom, kedua-duanya adalah menyoroti sebuah berita aktual dengan memberi pendapat-pendapat, baik saran, solusi, kritik dan sebagainya. Kalau berita tentu tak bisa dicampuri dengan opini. Berita yang dicampur dengan opini menjadi rancu, dan mengaburkan nilai berita itu sendiri. Berita pun menjadi tidak obyektif lagi.

Karena itu sebuah tulisan yang ingin melengkapi berita itu dengan pendapat seseorang, dipesan kolom oleh sebuah penerbitan. Itu yang menyebabkan penulis kolom adalah tokoh-tokoh yang sudah dikenal dalam bidangnya. Apalagi untuk majalah. Kalau Anda belum terkenal tak bisa menulis kolom. Di koran-koran, karena terbitnya setiap hari dan membutuhkan banyak tulisan, masih bisa menerima tulisan kolom dari luar yang datang begitu saja tanpa dipesan. Tapi di majalah tidak, tulisan dipesan dan hanya orang tertentu saja yang bisa menulis.


Bagaimana menulis:

>Baik kolom maupun opini ditulis dengan cara yang sangat populer dan dibatasi panjangnya. Kalau di majalah panjang kolom paling banyak 5.000 charakter, di koran umumnya sama saja, tetapi bisa sedikit lebih panjang karena bisa bersambung ke halaman lain. Anda tak bisa bertele-tele, tetapi langsung pada persoalan. Memang, kemudian dikenal ada gaya seseorang, yang tak mudah ditiru oleh orang lain. Apalagi apa yang kemudian disebut kolom khusus (misalnya Asal-usul di Kompas).

Salah satu yang penting dalam menulis opini atau kolom adalah fokus yang jelas dan sudut pandang tidak melebar ke mana-mana. Karena itu banyak pemula yang bingung, bagaimana memulainya dan bagaimana memperlakukan bahan-bahan yang ada.

Jangan mudah bingung. Periksa dulu rencana awal, sebenarnya apa sih tema yang mau anda tulis itu? Fokus ceritanya apa, lalu angle (sudut pandangnya) ke mana. Cocokkan dengan bahan/data yang Anda punya atau berita yang sudah terjadi. Apakah sudah terkumpul dan mendukung tulisan itu? Kalau belum, cari yang kurang. Kalau pas dan berlebih, siap-siaplah ditulis.

Pergunakan data atau berita yang sudah terjadi sesuai dengan kebutuhan tulisan itu. Misalnya soal-soal detail. Tak semua detail itu penting. Misalnya menyebutkan jarak sebuah desa di Aceh yang dijadikan wilayah penelitian DOM. ”Desa itu berjarak 15, 74 kilometer dari kota…..” Pembaca malah bisa keliru kalau membacanya cepat-cepat, lima belas kilometer atau seratus limapuluh tujuh kilometer atau tujuh belas kilometer. Sebut saja angka bulat, misalnya, sekitar lima belas kilometer atau lebih sedikit dari lima belas kilometer.

Tetapi untuk hal tertentu, katakanlah kolumnis olahraga, detail itu penting. Misalnya, pertandingan sepakbola. ”Gol terjadi pada menit ke 43”. Ini tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Menit ke 43 sangat penting artinya dibandingkan menit ke 30, misalnya. Atau tulisan begini: ”Pelari itu mencapai finish dengan waktu 10.51 detik.” Ini penting sekali bagi pembaca. Mereka akan marah kalau detail itu ternyata salah. Apakah pembaca bingung melihat angka-angka ini? Tidak, karena sebelum mereka membaca tulisan itu, mereka sudah punya persiapan apa tema tulisan itu.


Masalah Bahasa:

Bahasa Indonesia yang kita gunakan untuk menyusun artikel (baik opini maupun kolom) haruslah ”bahasa tulisan”. Yang dimaksudkan di sini adalah bukan bahasa lisan atau bahasa percakapan sehari-hari.

Namun, bahasa itu tetap komunikatif, mampu menghubungkan alam pikiran penulis dan pembaca secara lancar dan hemat kata. Agar dapat menyampaikan gagasan penulis tanpa cacat, kalimat yang disusun harus bebas dari kata-kata yang melelahkan dan kata-kata pemanis basa-basi yang biasa diucapkan orang dalam pidato yang menjemukan. Kata-kata itu bahkan sejauh mungkin harus kita hindari penggunaannya.

Selain menggunakan bahasa tulisan, juga perlu menggunakan bahasa teknis. Dan bahasa teknis menuntut penuturan yang ringkas. Dalam usaha menyusun kalimat ringkas ini, kita harus tetap ingat, jangan sampai mengorbankan kejelasan.Sebuah artikel dikatakan tidak lengkap dan tidak jelas, apabila ia tidak dapat menjawab pertangaan pembaca lebih lanjut, seperti pertanyaan: “Berapa”? (jumlah, ukuran, umur, hasil, suhu dan lain-lain). Artikel yang lengkap tidak akan membiarkan pembaca bertanya-tanya lagi, misalnya di mana letak Ciamis tempat pembunuhan dukun santet itu.Begitu pula deskripsi seseorang, kita jangan terlalu gampang menulis ”orang itu begitu cantik setelah mengenakan pakaian pengantin”. Cantik untuk ukuran orang lain bisa berbeda-beda, maka lebih baik deskripsikan ”kecantikan” itu. Misalnya, setelah mengenakan pakaian pengantin itu, sang gadis kelihatan lebih langsing, matanya lebih bersinar, lehernya lebih jenjang dan sebagainya. Namun, keterperincian itu tadi tetap jangan sampai terjebak pada hal-hal yang tidak perlu.Ketelitian menjadi hal penting, baik dalam penulisan kata, umur, nama orang, nama tempat dan alat, ejaan dan tanda baca. Jelas akan merosot nilai kolom itu itu, kalau ketelitian ini diabaikan begitu saja. Begitu pula masalah ejaan yang benar sebagaimana pedoman baku yang telah dikeluarkan Pusat Bahasa.

Di Majalah TEMPO misalnya kalau ada penulis artikel yang masih menulis kata “rubah, robah, merubah, merobah” langsung dicampakkan karena semestinya kata dasar itu “ubah”, jadi harus ditulis “perubahan, mengubah, diubah”. Ini contoh-contoh kecil yang perlu dicermati.Menulis kalimat, jangan terlalu berpanjang-panjang. Kalimat yang paling ideal itu adalah kalimat yang mencetuskan satu ide, satu gagasan. Kalimat yang lebih dari satu ide dan satu gagasan akan membuat kabur, lebih-lebih kalau penempatan kata penghubung dan koma dikacaukan. Misalnya kalimat ini: “Iwan, bapak seorang anak yang baru saja diwisuda sebagai insinyur….” tak jelas benar, siapa yang lulus insinyur itu, Iwan atau anaknya? Ini hanya karena penempatan koma. Kalau ditulis: “Iwan, bapak seorang anak, yang baru saja lulus insinyur…” yang lulus insinyur jelas Iwan, bukan anaknya. Atau: “Iwan, bapak dari seorang anak yang baru saja lulus insinyur, meninggal dunia…” yang lulus insinyur anaknya, yang meninggal bapaknya.Demikian beberapa hal tentang opini dan kolom. Jenis tulisan ini tak bisa diajarkan secara teori, karena memang tak ada teorinya. Tulisan ini menyangkut wawasan dan pengalaman. Semakin lama “jam terbang” seseorang semakin baik tulisannya. *sumber.

Memberi Ruh Cerita apad Jurnal/Berita (Elemen berita)


Diarsipkan di bawah: Materi Jurnalistik — manglufti @ 6:23 am 

Tags: berita, farid gaban, ruh

Tugas seorang penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan menjadi jelas bagi pembaca. Ketidakmampuan menekankan kejelasan adalah kegagalan seorang penulis. Dan karena informasi dan gagasan seringkali beku dan tanpa jiwa, menjadi tugas seorang penulis pula untuk mencairkan, mengemas, dan menyajikan informasi itu menjadi sajian penuh vitalitas (vogorous) serta elok (graceful) sehingga mampu menggaet dan memelihara minat pembaca untuk menyerap seluruh informasi yang disampaikan.

ELEMEN KEJELASAN

Singkat
Tulisan yang jelas umumnya bukan tulisan yang panjang lebar, melainkan justru ringkas dan terfokus. Ingat Hemingway? ”Less is more!”

Tulisan yang ringkas memberi kesan tangkas dan penuh vitalitas. Tanpa kata mubazir dalam kalimatnya dan tanpa kalimat mubazir dalam alenianya. Tulisan yang ringkas tak ubahnya seperti lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang tak berfungsi). Tulisan yang jelas dimulai dari pembuatan kalimat yang sederhana, ringkas dan tepat makna. Kuncinya: baca laporan dan amati sesuatu sejelas-jelasnya kemudian ceritakan kembali secara sederhana. Dan pilihlah satu angle:
1. Dengan cermat memilih angle cerita sehingga penulis dengan mudah bisa mengelola bahan yang diperlukan untuk mengutarakan cerita itu.
2. Pegang teguhlah angle cerita itu dengan menghapuskan bagian yang tidak berhubungan langsung dengan angle-nya atau pun tidak membantu mencapai sasaran.

Langsung, Tepat Sasaran
Tulislah ringkas menuju pengertian yang dimaksud. Pilih kata/kalimat yang spesifik untuk mewakili pengertian yang mengena (tanpa memberi peluang pada banyak interpretasi). Meluruskan apa saja yang berliku-liku. Menggergaji yang bergerigi. Berperang melawan kekaburan dan segala sesuatu yang mendua. Statemen yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis.

Organisasi
Mulailah sebuah tulisan secara kuat, untuk memikat pembaca memasukinya. (Lihat bagian lain tentang lead). Jika mungkin, gunakan gaya bahasa naratif — gaya seorang pendongeng yang piawai — sebagai pendekatan dasar. Selesai menuliskan sebuah paragraf, pikirkan apa yang pembaca ingin ketahui pada alinea berikutnya; dan buatlah transisi serta keterkaitan antar alenia secara mulus. Cobalah untuk selalu menjaga konsistensi tema dalam keseluruhan cerita. Dan seperti dibuka dengan kuat, tutup juga cerita dengan tegas, tanpa membiarkan kejanggalan dan ending yang melambai.

Spesifik
Bagian-bagian yang rumit pecahlah dalam serpihan yang mudah dicerna. Gunakan contoh: seorang untuk mewakili kelompoknya. Dengan memberikan pengkhususan, seringkali juga menghadirkan suasana dramatis dan hidup. (”Kematian 10.000 orang adalah statistik, tapi kematian satu orang adalah tragedi,” kata Joseph Stalin).

Paralel
Jika Anda menulis sebuah topik yang padat, gambarkan melalui ungkapan yang mudah dipahami pembaca. Strategi militer misalnya dapat diterangkan melalui formasi pertandingan olahraga, rencana keuangan perusahaan dapat digambarkan melalui rencana anggaran keluarga.

APA ITU RUH CERITA?

Manusia
Setiap fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan seperti manusia hanya akan berakhir nasibnya di keranjang sampah. Begitu pula dengan tulisan. Pembaca suka membaca tentang manusia lainnya. Mereka kurang berminat pada isu dan gagasan ketimbang pada pribadi-pribadi. Jika kita bisa menampilkan sebuah wajah pada kisah rumit yang jarang diikuti pembaca, mereka akan terpikat membacanya dan memperoleh informasi.

Tempat
Pembaca menyukai sense of place. Kita bisa membuat tulisan lebih hidup jika kita bisa menyusupkan sense of place yang kuat. Misalnya: seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan itu, bagaimana suasana di balik panggung pertunjukan?

Indera
Kita harus berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat, dan juga — dalam kontek yang tepat — membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui dan mengalami.

Irama
Tulisan yang monoton bisa dibantu dengan perubahan irama di dalam teks. Anekdot, kutipan, sebuah dialog pendek atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di aman pembaca bisa terikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup.

Warna dan Mood
Kamera televisi dapat menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Penulis tidak dapat menyajikan pemandangan dengan mudah, sehingga mereka harus berusaha keras untuk melukis dalam pikiran pembaca. Warna meliputi: citarasa, suara, bau, sentuhan dan rasa. Dan tentu saja sesuatu yang dapat dilihat: gerakan usapan, detil pakaian, rupa, perasaan. Warna bukan hanya sekedar kata sifat tetapi merupakan totalitas dari sebuah pemandangan. Dalam menggambarkan warna, berarti Anda juga menceritakan tentang suasana (mood). Bahagia? Penuh emosi dan ketegangan? Sering hal semacam ini memberikan ketajaman perasaan terhadap cerita ketimbang bagian lain yang Anda tulis.

Anekdot
Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alenia — ”cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi — narasi, karakterisasi, dialog, suasana — untuk mengajak pembaca melihat cerita secara on the spot. Anekdot sering dipandang sebagai ”permata” dalam cerita. Penulis yang piawai akan menaburkan permata itu di seluruh bagian cerita, bukan mengonggokkannya di satu tempat.

Humor
Humor adalah bentuk ekspresi yang paling personal. Berilah pembaca sebuah senyuman, dan mereka akan menjadi sahabat Anda sepanjang hari. Dan buatlah mereka menanti tulisan Anda esok harinya. Tapi hati-hati dengan humor yang tak bercita-rasa.

Panjang-pendek
Makin pendek cerita makin baik. Kisah akan lebih hidup jika awalnya berdekatan dengan akhir (klimaks), sedekat mungkin. Alenia dan kalimat harus bervariasi dalam panjang. Letakkan kalimat dan alenia pendek pada titik kejelasan terpekat atau tekanan terbesar.

Kutipan
Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan sesuatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendengar suara lain selain penuturan si penulis.

Dialog
Perangkat ini jarang digunakan dalam koran atau majalah berita. Tapi, bisa menjadi wahana yang efektif untuk menghidupkan cerita. Dalam meliput sebuah sidang pengadilan, misalnya, atau mendiskusikan permainan dengan para atlet olahraga tertentu, kita bisa menghidupkan cerita dengan membiarkan pembaca mendengarkan para partisipan berbicara satu sama lain.

Sudut Pandang
Kita bisa membuat sebuah cerita biasa menjadi hidup dengan mengubah sudut pandang. Cobalah untuk melihat inflasi misalnya, dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari harus mengatur anggaran keluarga.

Identifikasi
Sebuah tulisan akan lebih hidup jika pembaca merasa dilibatkan dalam cerita dan membuat mereka mengerti mengapa sebuah masalah bermanfaat untuk mereka ketahui. Secara insidental, pembaca paling mudah mengidentifikasikan diri jika cerita ditulis dalam bentuk orang ketiga — cara kebanyakan fiksi ditulis.

Bertutur
Tulisan yang hidup memiliki irama dan nada berbincang yang baik. Memiliki suara. Kita bisa menghidupkan cerita yang membosankan dengan menulis sesuatu seperti kita sedang membicarakan sesuatu kepada seorang pembaca — dengan bahasa dan ungkapan keseharian yang kita pakai untuk berbicara.

Kata kerja
Kata kerja adalah mesin yang mendorong berjalannya sebuah cerita. Tulisan yang buruk bisa dihidupkan dengan mengaktifkan kata kerja pasif, menyederhanakan kata kerja kompleks, dan memperkuat kata kerja lembek. Kita harus senantiasa merasa gagal ketika menggunakan adverb atau kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. ”Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda,” kata pujangga Prancis Voltaire.

JANGAN PUNYA BELAS KASIHAN
Untuk menghindari berpanjang lebar, penulis harus mempersoalkan setiap bagian materi yang dipakai, sebelum dan sesudah tulisan dikerjakan. Lihat pada laporan yang dibuat reporter maupun bahan yang Anda kumpulkan sendiri. Periksa setiap potong informasi, untuk mengetahui apakah itu cukup relevan, cukup punya hubungan yang jelas, dengan pokok persoalan. Bila tidak relevan atau tidak membantu Anda mencapai sasaran pokok, yaitu bercerita secara efektif, singkirkan atau coret saja, sehingga nanti tidak akan mengganggu. Jangan punya belas kasihan: bila materi tidak relevan, buang!

Setelah Anda menulis, perhatikan setiap blok materi yang Anda pakai. Apakah masih ada hubungan yang jelas dengan fokus cerita? Kalaupun relevan, apakah ia menambahkan sesuatu yang berharga dalam usaha Anda bercerita? Bila tidak, erase saja karena hal itu hanya akan mengurangi efektifitas penulisan Anda.

TULISAN DESKRIPTIF VS TELEVISI
Dalam beberapa hal, televisi menang terhadap media cetak karena ia bisa menggambarkan bentuk fisik orang atau sesuatu barang dengan jelas di layar kaca. Pirsawan bisa menangkap dan menilai tokoh di TV, sedangkan pembaca koran harus mempunyai gambaran dari kata-kata yang tercetak (atau lewat potret kalau ada), yang bisa menunjukkan tokoh dalam cerita.

Tapi, dalam beberapa hal, penulis yang baik bisa mengubah kelemahan media cetak ini menjadi kemenangan. Yakni, dengan penulisan deskriptif. Gambaran yang ditangkap kamera hanya dangkal dan satu dimensi. Kelemahan TV adalah bahwa ia sangat terikat waktu yang sangat berharga, sehingga reporter TV jarang bisa memperoleh gambaran yang mendalam. Dan kalaupun waktu cukup tersedia untuk film dokumenter, katakanlah 1/2 jam, kehadiran kamera TV akan mengurangi suasana yang wajar dan realistis.

Kamera TV bisa menangkap gambaran yang baik pada feature yang menampilkan wajah orang, tapi penulis yang trampil bisa membuat feature lebih menarik dan memberikan gambaran sesungguhnya tentang tokoh masyarakat pada saat ia tidak disorot lampu TV. Yang lebih penting, penulis feature bisa memberikan gambaran tentang tabiat, gaya, lewat pengamatan yang terlatih baik, dan menekankan karakteristik orang, yang menyebabkan kita memperoleh pandangan ke dalam watak dan personalitas tokohnya.

Penulis feature tidak hanya memberikan pembacanya gambaran satu dimensi, tapi keseluruhan personalitas dan juga citra seseorang tokoh. Atau, bila menyangkut ”barang”, misalnya gambaran setelah ada musibah atau massa yang bersuka-ria, penulis bisa menampilkan mood (suasana).

by: Farid Gaban

Dasar Jurnalistik (Pengertian Jurnalistik, Ciri-ciri, Unsur Utama)

Dasar-dasar Jurnalistik

Oleh: Kristina Dwi Lestari

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Apa Itu Jurnalistik?

Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.

a. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

b. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

c. Berubah

Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.

d. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

e. Peran Pers

Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

Berita

Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata “berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. “News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”, “west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news” yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Nilai Berita

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.

1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.

2. Aktual: terbaru, belum “basi”.

3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.

4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.

5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”, malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:

1. sesuatu yang unik,

2. sesuatu yang luar biasa,

3. sesuatu yang langka,

4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,

5. menyangkut keinginan publik,

6. yang tersembunyi,

7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,

8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,

9. pemikiran dari tokoh penting,

10. komentar/ucapan dari tokoh penting,

11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan

12. hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Judul atau kepala berita (headline).

2. Baris tanggal (dateline).

3. Teras berita (lead atau intro).

4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

1. Who – siapa yang terlibat di dalamnya?

2. What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?

3. Where – di mana terjadinya peristiwa itu?

4. Why – mengapa peristiwa itu terjadi?

5. When – kapan terjadinya?

6. How – bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.

Sumber Berita

Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.

2. Proses wawancara.

3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.

4. Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

Sumber bacaan:

Budiman, Kris. 2005. “Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik — Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.

Ishwara, Luwi. 2005. “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Putra, R. Masri Sareb. 2006. “Teknik Menulis Berita dan Feature”. Jakarta: Indeks.

Tips Trik Teknik Wawancara Interview Orang/ Narasumber



Teknik Wawancara

Interview atau wawancara adalah salah satu cara mendapatkan informasi bahan berita. Biasanya dilakukan oleh satu atau dua orang wartawan dengan seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sumber berita. Lazimnya dilakukan atas permintaan atau keinginan wartawan yang bersangkutan. Berbeda dengan Jumpa pers atau konverensi pers yang dilaksanakan atas kehendak sumber berita.

Beberapa Bentuk Wawancara :

1. News interview atau wawancara berita. Yaitu wawancara untuk bahan berita. Yang ingin diperoleh wartawan dalam wawancara ini bisa jadi sekedar tanggapan atau konfirmasi seorang ilmuwan, pejabat dan sebagainya tentang sesuatu yang berkaitan dengan berita yang akan atau telah ditulis.

Berapa catatan untuk News interview:
a.Jangan mengajukan pertanyaan secara umum. Buatlah pertanyaan khusus, terarah
yang bersifat “menggali” untuk menghindari kesalahpahaman dan mendapatkan
jawaban yang khusus, terinci langsung ke inti masalah.

b.Wartawan pewawancara jangan terlalu banyak bicara. Berbicaralah sekedar menjaga
suasana pembicaraan jangan menjadi kaku. Atau untuk menghindari orang yang
diwawancarai keluar fokus pada angle yang diinginkan atau berbicara melebar ke
mana-mana sehingga waktu terbuang percuma.

c.Wartawan pewawancara juga jangan berbicara di luar angle persoalan yang ditanya-
kan. Jangan menyertakan perasaan tidak senang yang bisa membuat orang yang
diwawancarai tersinggung.

Sebaliknya, sering pula terjadi, sumber berita kadang berbicara menyakiti hati, bahkan
ada yang menggertak wartawan atau mengalihkan pembicaraan sehingga perhatian
wartawan bergser ke soal ain. Jika hal itu terjadi, wartawan harus mampu mengenda-
likan diri dan berusaha dengan cara baik dan sopan untuk kembali ke pokok
pembicaraan.

d.Bersikaplah sopan terhadap orang yang lebih tua. Biasanya orang yang telah lanjut
usia, apalagi pernah populer, sering minta dipotret. Kadang, saat dipotret, orang lain
juga nimbrung minta difoto bersama. Karena itu layani dengan baik dan upayakan
secerdik mungkin sehingga bisa men dapatkan foto diri sang tokoh.

e.Dalam wawancara model ini orang yang diwawancarai kadang tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya alias palsu. Ini resiko mewawancarai orang yang
berksempatan mempersiapkan diri sebelum diwawancarai. Atau sebaliknya, karena tak
punya persiapan, tak menguasai atau kurang perhatian dan karena bukan ahli di
bidang yang ditanyakan wartawan. Biasanya orang yang sedang “ketakutan”, suka
memberikan informasi bohong.

Wartawan perlu berhati-hati menganalisa dan menyeleksi informasinya. Biasakan
mengecek kembali keterangan yang diberikan sumber itu atau mencari informasi yang
sebenarnya sehingga wartawan tidak terjebak menyiarkan informasi bohong.









2. Prepard question interview, wawancara yang pertanyaannya disiapkan terlebih dahulu. Artinya wartawan menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk sumbernya. Boleh jadi pertanyaan itu disampaikan langsung oleh wartawan atau ditinggalkan sehingga sumber berita bisa membaca dan menjawab sendiri pertanyaan tersebut. Cara itu disebut wawancara tertulis.

3. Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon. Lazim digunakan dalam keadaan mendesak. (Pada wawancara via telepon, wartawan tak menangkap suasana orang yang diwawancarai).

4. Personality interview atau wawancara pribadi. Seseorang, misalnya seorang tokoh penting didatangi secara khusus didatangi wartawan untuk mendapatkan pendapat atau informasi tentang sesuatu yang perlu dijelaskan secara panjang lebar.

Untuk wawancara model ini wartawan perlu mempersiapkan gambaran masalah dan butir pertanyaannya. Ini penting, untuk mendapatkan informasi dan pendapat yang diinginkan. Dan, dengan persiapan itu wartawan dapat mengendalikan pembicaraan sehingga tidak menyimpang ke mana-mana.

Disamping itu wartawan juga harus arif membaca gelagat sumbernya sehingga tidak memancing amarah atau sumbernya tiba-tiba menutup diri atau menghentikan pembicaraan.

5.Wawancara dengan banyak orang. Ini adalah wawancara yang dilakukan terhadap banyak orang. Tujuannya untuk mengetahui pendapat umum tentang sesuatu. Bisa jadi tempatnya di jalanan, di pasar atau di tempat umum lainnya. Pertanyaannya mungkin satu dua. Misalnya meminta pendapat orang tentang suatu peristiwa. Resikonya, besar kemungkinan orang yang diwawancarai tidak tahu sama sekali tentang apa yang ditanyakan. Bagi sumber begini wartawan haruslah memberi penjelasan sebelum bertanya.

6. Wawancara dadakan / mendesak.
Wawancara mendadak dilakukan wartawan, misalnya, secara kebetulan bertemu sebuah sumber penting yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang berkembang. Entah itu saat pesta atau di rumah sakit dan sebagainya. Persoalan yang ditanyakan boleh jadi teringat seketika.

Jika hasil wawancaranya memberikan informasi penting, terbaru, pertama kali atau sesuatu yang kontroversial dan layak siar maka wartawan dapat menulis hasil wawancaranya jadi berita menarik.

7. Group interview yaitu serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya. Wawancara model ini pada untung ruginya. Untungnya wartawan punya kesempatan berwawancara. Ruginya, jawaban atas pertanyaan khusus wartawan sebuah media akan didengar dan mungkin bisa jadi berita oleh wartawan lain.

Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan. Perilaku, penampilan dan sikap wartawan yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif.

Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan penguasaan permas-alahan dan informasi seputar materi yang menjadi topik pembicaraan oleh wartawan. Artinya wartawan harus menguasai persoalan yang ia tanyakan.

Kemudian wartawan juga harus mampu membaca kondisi dan situasi psikologis sumber wawancara. Ini penting supaya pembicaraan mengalir dan sumber wawancara bergairah mengemukakan pendapatnya.
Selanjutnya terserah anda.

http://lgsp.wordpress.com/2006/09/29/teknik-wawancara/OlehFachrul Rasyid HF

Teknik Penulisan Berita untuk Penyiaran Berita di Televisi


oleh: Satrio Arismunandar

Memilih Format Berita TV: Berita di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain:Ketersediaan gambar. Jika gambar yang dimiliki sangat terbatas, reporter sulit menulis naskah berita yang panjang. Maka berita dibuat dalam format lebih singkat dan padat, atau dibuat dalam format tanpa gambar sama sekali.Momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan. Perkembangan terkini dari suatu peristiwa baru sampai ke producer, ketika siaran berita sedang berlangsung. Sedangkan perkembangan itu terlalu penting untuk diabaikan. Jika ditunda terlalu lama, perkembangan terbaru pun menjadi basi, atau stasiun TV lain (kompetitor) akan menayangkannya terlebih dahulu.


Format-format berita itu antara lain:

Reader. Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.

Bisa juga, karena perkembangan peristiwa baru sampai ke tangan redaksi, ketika siaran berita sedang berlangsung. Maka perkembangan terbaru ini pun disisipkan di tengah program siaran. Beritanya dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan berita yang sedang ditayangkan. Reader biasanya sangat singkat. Durasi maksimalnya 30 detik.

Voice Over (VO).Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi.

Natsound (natural sound, suara lingkungan) yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO durasinya sangat singkat (20-30 detik).

Voice Over – Grafik. VO-Grafik adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang bisa ditayangkan.

Sound on Tape (SOT).Sound on Tape (SOT) adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).

Format berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi. Pernyataan yang dipilih untuk SOT sebaiknya yang amat penting atau dramatis, bukan yang datar-datar saja. Format SOT ini bisa bersifat sebagai pelengkap dari berita yang baru saja ditayangkan sebelumnya, atau bisa juga berdiri sendiri. Durasi SOT disesuaikan dengan kebutuhan, tapi biasanya maksimal satu menit.

Voice Over – Sound on Tape (VO-SOT). VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Leadin dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20 detik untuk soundbite.

Package (PKG). Package adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi.

Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis. Kalau dirasa penting, reporter dapat muncul dalam paket berita tersebut (stand up) pada awal atau akhir berita. Durasi maksimal total sekitar 2 menit 30 detik.

Live on Cam. Live on Cam adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan, presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.

Karena siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua berita perlu disiarkan secara langsung. Format ini dipilih jika nilai beritanya amat penting, luar biasa, dan peristiwanya masih berlangsung. Jika peristiwanya sudah berlangsung, perlu ada bukti-bukti yang ditunjukkan langsung kepada pemirsa. Durasinya disesuaikan dengan kebutuhan.

Live on Tape (LOT).Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.

Format berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan biaya. Meski siarannya ditunda, aktualitas tetap harus terjaga. Durasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya lebih singkat dari format Live on Cam.

Live by Phone. Live by Phone adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.

Phone Record.Phone Record adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.

Visual News. Visual News adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.

Vox Pop. Vox pop (dari bahasa Latin, vox populi) berarti “suara rakyat.” Vox pop bukanlah format berita, namun biasa digunakan untuk melengkapi format berita yang ada. Isinya biasanya adalah komentar atau opini dari masyarakat tentang suatu isyu tertentu. Misalnya, apakah mereka setuju jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Jumlah narasumber yang diwawancarai sekitar 4-5 orang, dan diusahakan mewakili berbagai kalangan (tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, dan sebagainya). Durasi vox pop sebaiknya singkat saja dan langsung menjawab pertanyaan yang diajukan.

Struktur Penulisan Berita TV:

Ada perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup). Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.

Awal (pembuka). Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.

Pertengahan. Karena semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.

Akhir (penutup). Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.

Rumus 5 C untuk Penulisan Berita di Media TV:

Conversational:

Ketika menulis naskah berita untuk media televisi, kita menulis untuk didengar. Ingat, televisi adalah media audio-visual, bukan media cetak. Pemirsa kita melihat (gambar/visual) dan mendengar (suara/audio), bukan membaca naskah berita seperti membaca koran.

Kelemahan media televisi adalah berita yang ditayangkan di layar televisi umumnya hanya muncul satu kali. Jika pemirsa tidak bisa menangkap isi berita pada tayangan pertama, ia tak punya peluang untuk minta diulang. Kecuali mungkin untuk berita yang dianggap sangat penting, sehingga dari waktu ke waktu selalu diulang dan perkembangannya di-update oleh stasiun TV bersangkutan.

Keterbatasan tersebut berlaku untuk media TV konvensional. Namun, saat ini sudah muncul jenis media TV yang tidak konvensional. Sekarang di sejumlah negara maju sudah mulai diperkenalkan IPTV (internet protocol television), yang bersifat interaktif. Pemirsa yang berminat bisa mengulang bagian dari tayangan TV yang ia inginkan, tentunya dengan membayar biaya tertentu.

Namun, IPTV mensyaratkan adanya infrastruktur telekomunikasi pita lebar yang canggih dan mahal, yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Dalam dua atau tiga tahun ke depan (katakanlah sampai tahun 2010), tampaknya infrastruktur semacam ini juga belum siap untuk mewujudkan kehadiran IPTV di Indonesia. Jadi, dalam pembahasan teknik penulisan naskah berita, kita mengasumsikan, media televisi di Indonesia sampai tahun 2010 masih akan bersifat konvensional.

Untuk media televisi yang konvensional, sebuah tayangan berita tidak bisa disimak dan dibaca berulang-ulang seperti kita membaca koran. Pemirsa hanya punya satu kesempatan untuk menangkap isi berita Anda. Oleh karena itu, berita di TV dibuat dengan gaya bahasa bertutur, seperti percakapan sehari-hari, karena ini adalah gaya bahasa yang paling akrab dan biasa didengar orang. Tulislah naskah berita seperti gaya orang berbicara.

Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, kita amat jarang menggunakan kalimat yang berpanjang-panjang, atau memiliki anak-anak kalimat. Namun, meskipun berita di TV menggunakan gaya bahasa bertutur, tata bahasanya tetap harus benar.

Clear:

Batasi kalimat untuk satu gagasan saja. Hal ini akan memudahkan para pendengar untuk menangkap dan memahami isi berita. Jangan menggunakan bahasa jargon atau slang, yang hanya dikenal kalangan tertentu. Hindari susunan kalimat yang rumit.

Atribusi untuk narasumber disampaikan lebih dulu sebelum pernyataannya, dan bukan sebaliknya. Hal ini untuk menghindarkan kebingungan di pihak pemirsa, dalam membedakan mana narasi dari si reporter dan mana opini dari si narasumber. Ini bertolak belakang dengan praktik yang biasa dilakukan di media cetak.

Jangan menggunakan terlalu banyak angka. Penyebutan angka-angka sulit ditangkap oleh pemirsa ketika mendengarkan berita. Buatlah angka itu mudah dimengerti. Jangan menempatkan angka di awal kalimat, karena bisa membingungkan.

Concise:

Gunakan kalimat-kalimat yang bersifat pernyataan (deklaratif).

Tulislah kalimat-kalimat yang pendek. Menurut hasil riset, kalimat pendek lebih mudah dipahami dan lebih kuat, ketimbang kalimat-kalimat panjang. Sebetulnya tidak ada aturan wajib tentang panjang kalimat yang dibolehkan. Namun, cobalah membatasi agar setiap kalimat yang Anda tulis tidak lebih dari 20 kata.

Compelling:

Tulislah dalam bentuk kalimat aktif. Para penulis berita menggunakan kalimat aktif karena lebih kuat dan lebih menarik. Selain itu, kalimat aktif juga lebih pendek daripada kalimat pasif.
Cliché free:

Kalimat atau pernyataan klise adalah pernyataan yang sudah terlalu sering digunakan di media. Pernyataan klise mungkin tidak akurat dan salah arah, namun harus diakui, banyak reporter merasa sulit menghindari pernyataan klise seperti ini.

Contoh kalimat klise untuk penutup berita: “Kasus itu masih dalam penyelidikan.” Kalimat klise seperti ini bisa dibilang tidak memberi informasi tambahan apapun kepada pemirsa.

Maka, kalimat klise ini sebaiknya diganti dengan yang lebih informatif. Misalnya: “Polisi sampai hari ini masih belum mengetahui penyebab kecelakaan. Polisi mengharapkan, hasil penyidikan akan dapat diungkapkan hari Jumat besok. Reportase Trans TV akan melaporkan perkembangan ini besok untuk Anda.”

Aturan-aturan Dasar:

Ada aturan-aturan dasar tertentu dalam penulisan berita untuk media televisi. Aturan ini bertujuan untuk membuat isi berita tersebut lebih mudah dipahami oleh pemirsa. Aturan ini juga akan membantu dan memudahkan presenter atau reporter di lapangan untuk membacakan berita tanpa kesalahan.

Angka. Dalam penulisan angka, sebutkan jelas angka dari “satu” sampai “sebelas”. Lebih dari “sebelas”, ditulis dalam bentuk angka: 12, 14, 25, dan seterusnya.

Untuk uang senilai Rp 145.325,50 tulis saja “seratus empat puluh lima ribu rupiah” atau “145 ribu rupiah.”

Untuk menyebut tahun, sebut apa adanya, karena presenter akan dengan cepat memahami angka tahun. Misalnya: 1998, 2007, dan seterusnya.

Singkatan dan akronim. Tuliskan dengan jelas singkatan sebagaimana Anda ingin mendengarnya on air. Misalnya: ITB ditulis “I-T-B.”

Jika suatu akronim sudah cukup dikenal, biarkan seperti apa adanya di naskah. Misalnya: NATO, OPEC, BAKIN, dan sebagainya.

Namun, jika si reporter ragu pemirsa akan memahami singkatan atau akronim itu, gunakan saja kepanjangan lengkapnya. Hal itu lebih aman dan menghindarkan presenter dari kemungkinan membuat kekeliruan.

Punctuation. Jangan gunakan punctuation dalam penulisan berita. Juga colon dan semicolon. Koma juga jarang digunakan dalam naskah untuk menandai jeda atau perubahan pemikiran. Presenter lebih suka menggunakan tiga titik (“…”) untuk menandai jeda, karena lebih mudah dibaca di alat TelePrompTer.

Nama. Selalu gunakan nama dan gelar secara sederhana dan bertutur. Jika Anda harus mengidentifikasi seseorang dengan gelarnya, tuliskan gelar itu di depan nama mereka, seperti ketika kita memberi atribusi. Kita bisa menambahkan informasi identifikasi lain, sesudah menyebut nama.

Spelling. Salah menyebut kata atau salah mengeja bisa terjadi pada presenter. Itulah sebabnya, sebelum tampil di layar TV, mereka memang sebaiknya membaca dulu naskah beritanya. Namun, sering hal ini tak dilakukan karena berbagai sebab. Entah karena sekadar malas, atau berita memang ditulis dadakan. Untuk menghindari kekeliruan, reporter yang menulis berita perlu memberitahu presenter, tentang cara mengucapkan nama atau istilah tertentu yang tidak biasa.

Grammar/Tata bahasa. Tata bahasa yang buruk bisa berdampak jelek pada penampilan presenter. Maka, periksalah sekali lagi naskah berita, untuk menghindari tata bahasa yang buruk, sebelum naskah itu diserahkan ke presenter.

Lead yang menjual:

Setiap berita harus dimulai dengan kalimat lead yang kuat. Lead yang paling efektif biasanya mengacu ke beberapa aspek dari berita, yang dianggap penting atau menarik bagi pemirsa. Aspek ini kita namai “hook.” Kenali aspek dalam berita itu yang akan memancing perhatian pemirsa dan gunakanlah pada kalimat lead. Lead semacam itu akan memelihara tingkat perhatian dari pemirsa TV.

Referensi:

•1. Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

•2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.

•3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

•4. Ishadi S. 1999. Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

•5. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing – 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.

•6. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. *.

Perangkat Framing yang Terdapat dalam contoh Berita yang Disiarkan

Tempo,  21-27 Februari 2005 berikut:

SKENARIO YANG BERUBAH
Presiden melantik para Kepala Staf Angkatan yang baru.
Peluang Ryamizard menjadi Panglima TNI semakin kecil.

Pengucapan sumpah jabatan itu baru saja usai. Presiden Susilo Bambang Yudhono pun sedang menyalami para Kepala Staf Angkatan baru. Namun, Jendral Ryamizard Ryacudu seolah tak sabar. Dari barisan di sisi kiri ruangan Istana Negara ia bergegas melangkah menyalami presiden, dan berbicara sejenak. Cuma sebentar. Setelah itu, Yudhoyono menyalami undangan yang lain.

Usai acara, Ryamizard mengaku melaporkan rencana keberangkatannya ke Aceh. ”Teruskan dulu ke Aceh”, katanya, mengutip tanggapan presiden. Sang jendral ingin meneruskan program Tentara Masuk Desa (TMD), yang beberapa waktu lalu dimulainya. ”Saya tak ingin meninggalkan pekerjaan rumah”, ujarnya.

Jumat pagi itu, Ryamizard memang jadi bagian perhatian. Sebelum acara, beberapa kali ia mencoba bercanda dengan Panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto, Laksamana Bernard Kent Sondakh, dan Marsekal Chappy Hakim. Tapi, sejurus kemudian ia terdiam. Pergantian Kepala Staf Angkatan diumumkan Kamis pekan lalu. Kursi KSAD yang diduduki Ryamizard kini diserahkan kepada Letnan Jendral Djoko Santoso. KSAL Laksamana Bernard Kent Sondakh digantikan Laksamana Madya Slamet Soebijanto, dan KSAU Marsekal Chappy Hakim digantikan Marsekal Madya Djoko Suyanto. ”Pengajuannya mulus, tak ada perdebatan segala macam”, kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin.

Penunjukkan Djoko Santoso sebenarnya tak mengejutkan. Sejak akhir tahun lalu namanya sudah ”tayang” di bursa calon KSAD. Ia dianggap lebih unggul, terutama dari sisi kinerja dan usia, dibandingkan tiga calon lain: Pangkostrad Letjen Hadi Waluyo, Inspektur Jendral TNI AD Letjen Djaja Soeparman, dan Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD Letjen Cornel Simbolon. Djoko dinilai punya kans lebih besar. ”Dia cukup dekat dengan Presiden”. Kata pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, Kusnanto Anggoro. Lulusan Akabri Darat 1975 itu pernah menjadi Wakil Asisten Sosial Politik semasa Yudhoyono menjadi Kepala Staf Sosial Politik maupun Kepala Staf Teritorial TNI.

Naiknya Slamet Soebijanto pun dianggap wajat. Putra Mojokerto, Jawa Timur, itu dikenal sebagai perwira karier yang matang di laut. Beberapa kali ia menjadi komandan kapal perang, dan terakhir jadi Panglima Komando Armada Timur sebelum menjabat Wakil Gubernur Lemhanas. Meski berbeda jurusan, di tingkat satu mereka sama-sama dididik di Magelang. Cerita Djoko Suyanto mungkin agak beda. Selama ini publik hanya mengetahui dua perwira tinggi berbintang tiga yang diajukan TNI AU kepada Presiden, yakni Wakil KSAU Marsdya Herman Prayitno dan Kepala Staf Umum TNI Laksda Wartoyo. Tapi karena kedua opsir itu hampir pensiun, Asisten Operasi KSAU yang masih berbintang dua ini dinaikkan pangkatnya satu jam sebelum pengumuman mutasi. Marsekal Muda paling senior di TNI AU ini pun kawan seangkatan Presiden Yudhoyono di Akabri 1973.

Meski teka-teki pergantian kepala-kepala staf telah terkuak, masih tersisa pertanyaan di sekitar calon-calon kepala staf pada 7 Februari lalu, Sutarto kembali mengajukan usul pergantian jabatan Panglima TNI kepada Presiden Yudhoyono. ”Isinya persis seperti yang pernah tiga kali diajukannya kepada Presiden Megawati Soekarnoputri dulu”, kata Sjafrie.

Soal pergantian jabatan Panglima tni sebenarnya sudah diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI. Menurut aturan itu, calon Panglima TNI adalah perwira-perwira tinggi yang masih menjabat maupun mantan Kepala Stafd Angkatan. Jadi selain para kepala staf yang baru, Ryamizard masih punya peluang untuk menduduki kursi ””Cilangkap 1”.”Chappy dan Kent tak punya peluang karena mereka berdua sudah
diperpanjang masa jabatannya. ”Pak Ryamizard belum masuk usia pensiun”,
kata Sutarto. Tahun lalu sebtulnya sempat tersiar kabar bahwa Kent akan menggantikan Sutarto. Namun, setelah Sutorto tiga kali mengajukan permintaan pergantian posisi Panglima TNI, akhirnya Presiden Megawati Soekarnoputri malah mengajukan nama Ryamizard ke DPR. Proses pembahasannya di DPR tertunda karena surat itu diajukan sebelum Mega turun.

Dua bulan lalu, Yudhoyono mangaku tak ada masalah dengan Ryamizard berkaitan dengan penarikan surat Mega ke DPR. Tapi, skenario Istana tampaknya telah berubah. ”Tarto akan dipertahankan sampai beberapa bulan, ekmudian nanti Djoko Santoso yang naik menggantikannya”, kata seorang perwira tinggi. Jika itu terjadi, Ryamizard hanya menanti masa pensiun, 21 April nanti.

Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi pun telah mengungkapkan secara tersirat ketika ditanya tentang nama-nama calon Panglima TNI yang akan diajukan Presiden ke DPR. ”Yang jelas, sebelum ada pergantian, Panglima TNI tetap dijabat Jendral Endriartono Sutarto”, katanya. Adapun calon yang akan diajukan ke DPR, menurut Sudi, akan dilihat dari kinerja tiga kepala staf yang baru.

Anggota DPR dari komisi Pertahanan, Djoko Susilo, menyarankan Yudhoyono tetap mengajukan Ryamizard Ryacudu sebagai calon Panglima TNI utnuk menjabat selama setahun. Hal ini sekaligus untuk membuktikan bahwa sebenarnya tidak ada masalah di antara mereka. ”Kalau Ryamizard tidak jadi, kan berarti Yudhoyono memang sedang memainkan bandul politik TNI”, katanya. Mantan Kepala Staf Teritorial Letjen Purn. Agus Widjojo, juga menganjurkan pemerintah meninjau kembali skenario menaikkan Djoko Santoso menjadi Panglima TNI. ”Alangkah cantiknya dia (SBY-Red) jika Panglima TNI nanti giliran TNI AU”, katanya.

Hingga kini memang belum pernah seorang perwira tinggi TNI AU menjabat panglima TNI. Tapi, pengamat militer M.T. Arifin tidak yakin Yudhoyono bakal mengubah skenario yang telah lama dirancangnya. ”Yudhoyono pasti menginginkan posisi yang paling safe untuk dirinya dengan memilih Djoko Santoso”, ujarnya.

Namun, seorang bekas anggota tim sukses Yudhoyono mengaku agak heran jika Presiden berani melawan arus dengan menaikkan Djoko Santoso sebagai Panglima TNI. Sebab, selain didukung Wakil Presiden Jusuf Kalla. ”Dia bukan tipe melawan arus dan tak akan berani sendirian menaikkan Djoko”, ujarnya. Ia menduga ada pihak lain yang mendorong Yudhoyono mengambil keputusan itu.

Ryamizard sendiri sebenarnya mengaku gembira atas diangkatnya Djoko Santoso sebagai kader yang baik. Namun, tampaknya ia sadar, jalan menuju kursi Panglima TNI kini kian terjal. ”Kalau maunya pemerintah begitu, ya sudah”, katanya. ”Kalau jadi Panglima TNI syukur, kalau enggak
yan enggak apa-apa. Jabatan itu kan urusan Tuhan”. (Hanibal W. Y. Wijayanta, Bernarda Rurit, Abdul Manan .*.

Tips Teknik Framing Berita (Teori Agenda Setting Berita)


Teknik Mem-framing Berita
1. Makna framing
Sesungguhnya framing berita merupakan perpanjangan dari teori agenda setting, yaitu semacam teknik yang dipakai wartawan untuk melahirkan wacana yang akan ditangkap oleh khalayak. Secara praktis, framing bisa dilihat dari cara wartawan memilih dan memilah bagian dari relaitas dan menjadikannya bagian yang penting dari sebuah teks berita (Scheufele, 1999:107). Dengan kata lain, framing berita menyangkut seleksi beberapa aspek dari realitas sosial dan menjadikannya menonjol dalam sebuah berita, teriring harapan tertangkapnya wacana yang sedang diinginkan wartawan.Secara teknis, tidak mungkin bukti bahwa seorang wartawan untuk mem-framing seluruh bagian dari berita. Hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting saja yang menjadi objek framing wartawan. Tetapi, bagian-bagian kejadian (happening) penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah, peristiwa atau ide yang diberitakan.


Kalai bisa, khalayak memang perlu mengetahui teknik yang dipakai wartawan dalam mem-framing berita. Dengan pengetahuan itu, mereka akan jadi kritis ketika memaknai berita. Tetapi, bagi penulis berita, pengetahuan tentang teknik yang dipakai dalam mem-framing berita merupakan satu keharusan. Teknik yang biasa dipakai adalah: (i) defining problem, mendefinisikan masalah dengan pertimbangan-pertimbangan yang sering kali didasari oleh nilai-nilai kultural yang berlaku umum; (ii) diagnosing causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam permasalahan; (iii0 making judgement, memberikan penilaian moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan; dan (iv) suggesting remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan perlakuan
tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi.

Setelah itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa dipakai dalam proses framing adalah: (i) struktur sintaksis, yaitu penonjolan aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan penutup berita; (ii) struktur skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang memenuhi nilai berita; (iii) struktur tematis, yaitu menghadirkan ide dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”, “karena”, dan “karena itu”; dan (iv) struktur retoris, yaitu memaknai metafor, contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci, dan konotasi (depiction).

2. Manfaat framing
Apakah para wartawan akan menangis bila khalayak tidak memaknai berita sesuai dengan framing mereka? Jawaban pertanyaan ini sangat tergantung dari penghayatan para wartawan terhadap tugas dan kewajiban mereka. Bagi seorang wartawan yang sadar persis bahwa tugasnya adalah mengidentifikasi persoalan yang ada dalam masyarakat dan berperan serta menyelesaikan masalah tersebut lewat wacana yang dia ciptakan, maka dia akan sedih bila khalayak tidak bersikap apa-apa setelah membaca berita yang ditulisnya. Untuk mengantisipasi itulah dia tidak hanya berhenti pada penulisan berita saja. Dia akan amati apa yang terjadi pada khalayak setelah membaca berita yang ditulisnya. Sebaliknya, bagi seorang wartawan yang hanya bekerja untuk mencari penghidupan semata, tugasnya akan berhenti begitu dia selesai menulis sebuah berita.

Bila diamati lebih dalam lagi, sebenarnya framing terdiri dari atas dua jenis, yaitu framing media dan framing individu. Framing media dilakukan oleh wartawan dan framing individu dilakukan oleh khalayak. Mengenai yang terakhir ini, ia akan menjadi dasar bagi khalayak untuk melakukan interpretasi selektif dari pesan yang disampaikan berita. Bagi khalayak, posisi framing individu merpakan kondisi mental dan cetusan ide yang membimbing individu memproses informasi. Dari framing individu inilah khalayak menangkap wacana yang disampaikan wartwan.

Kalau ada khalayak yang tidak mem-framing berita sesuai dengan framing yang diharapkan wartawan, itu sebenarnya di luar kemampuan wartawan. Kendati begitu, tidak ada salahnya wartawan memahami kognisi sosial khalayak mengenai sebuah isu. Dengan pemahaman itu, wartawan bisa mem-framing berita yang pada gilirinnya bisa di-framing khalayak sesuai dengan harapan wartawan.

Kenyataan di atas merupakan satu bukti bahwa framing media yang dilakukan wartawan dipengaruhi oleh beberapa variabel. Selain kognisi sosial, variabel lain yang mempengaruhi wartawan mem-framing berita adalah ideologi dan struktur sosial. Karena itu, bagaimana wartawan mem-framing berita menjadi variabel terikat (dependent variable). Pada titik ini bisa disebut bahwa wartawan tidak begitu saja mem-framing berita.

3. Pedoman framing
Bila seorag wartawan ingin mem-framing berita, ia harus mengingat kaidah jurnalistik yang paling elementer, seperti nilai berita, framing berita, layak berita dan bias berita. Artinya, dia harus tetap mematuhi semua kaidah itu dengan penahanan diri. Setelah mematuhi kaidah itulah ia baru melakukan framing terhadap berita.

Ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan. Pertama, judul berita. Judul berita, sering kali di framing dengan menggunakan metode emapti, yaitu menciptakan ”pribadi khayal” dalam diri khalayak. Sebagai contoh, khalayak dianggapkaqn menempatkan diri mereka seperti korban kerusakan lingkungan hidup atau bagian dari satu masyarakat yang tidak bisa hidup dengan nyaman, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa. Berdasarkan perasaan ini, mereka akan menjadi sangat ”keras” pada pelaku kerusakan lingkungan hidup, baik yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka maupun yang tidak langsung (sebagai manifestasi berpikir global, bertindak lokal). Untuk itu, perlu dirumuskan judul berita lingkungan hidup yang menceritakan kerusakan lingkungan hidup, seperti Asap membawa puluhan korban, Hancurnya lingkungan hidup alam di Rinjani, dan sebagainya.

Kedua, fokus berita. Fokus berita biasanya diframing orang dengan metode asosiasi, yaitu ”menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita. Sebagai contoh misalnya kebijakan yang dimaksud adalah pemeliharaan lingkungan hidup yang sedang diusahakan berbagai pihak. Dengan ”menghubungkan” kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di berbagai daerah di seantero Indonesia, sekalipun usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan kerusakan lingkungan hidup.

Fokus berita, dalam praktek sehari-hari, adalah fakta yang menjawab pertanyaan what. Fakta inilah yang kemudian ”digabungkan” dengan berbagai kebijakan yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak (terutama pemerintah), seperti tentang pemakaian pestisida, arah industri, pemakaian pupuk, pemukiman peladang berpindah serta perambah hutan, dan sebagainya.

Ketiga, penutup berita. Penutup berita bisa di-framing dengan menggunakan metode packing, yaitu menjadikan khlayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Sebagai contoh, dalam berita lingkungan hidup, apapun inti ajakan, khalayak menerima sepenuhnya. Sebab, mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang direkonstruksikan oleh berita seperti; (1) bagi orang yang pernah datang ke Simalanggang 20 tahun lalu, daerah itu menjadi tempat yang sangat nyaman untuk tinggal. Di samping lingkungan alamnya yang masih hijau, airnya sangat jernih dan tanahnya sangat subur. Sayang, sekarang Simalanggang sangat kotor: sampah menumpuk di berbagai pojok dan tikus berkeliaran. Airsudah tidak bersih lagi. Kesuburan tanah berkurang. Semua itu terjadi gara-gara pembangunan berbagai industri yang tidak peduli dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Itulah sebabnya izin semua industri di Simalanggang perlu ditinjau lagi; dan (2) Ia melongo menyadari aliran sungai macet, tanah longsor di beberapa tempat dan air mulai menggenangi pekarangan rumah penduduk. Mulutnya tiba-tiba terkatup rapat. Ia tidak yakin bahwa ekosistem hutan kawasan Gunung Singgalang telah rusak. Tetapi, itulah yang terjadi.

Mendadak sontak ia merasa malu memiliki kampung di kaki Gunung Singgalang. Ia lebih malu lagi pada diri orang tuanya. Ternyata yang slema ini ia banggakan dan sayangi, sudah merusak lingkungan lewat eksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang. Jangan heran bila ia mendukung protes masyarakat terhadap perusahaan milik orang tuanya yang memperoleh izin
mengeksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang tersebut.

Jika setiap hari pers Indonesia membombardir khalayak dengan judul-judul berita lingkungan hidup yang menggambarkan kerusakan lingkungan hidup, fokus berita yang juga menunjukkan bahwa kebijakan tentang pemeliharaan fungsi lingkungan hidup masih tidak terealisasikan dengan baik, serta penutup berita yang mengajak khalayak untuk memerangi kerusakan lingkungan hidup, lama-kelamaan akan muncul dorongan dalam diri khalayak untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara fungsi lingkungan hidup sehingga bisa diwariskan kepada generasi mendatang dalam keadaan yang sama dengan sekarang atau bisa lebih baik lagi.

4. Praktek framing

Tugas 3:
Identifikasilah: (i) ide framing; (ii) bagian berita yang memperoleh framing; dan (iii) perangkat framing yang terdapat dalam contoh berita yang disiarkan Tempo, 21-27 Februari 2005 berikut:

Teknik Mem-framing Berita
1. Makna framing
Sesungguhnya framing berita merupakan perpanjangan dari teori agenda setting, yaitu semacam teknik yang dipakai wartawan untuk melahirkan wacana yang akan ditangkap oleh khalayak. Secara praktis, framing bisa dilihat dari cara wartawan memilih dan memilah bagian dari relaitas dan menjadikannya bagian yang penting dari sebuah teks berita (Scheufele, 1999:107). Dengan kata lain, framing berita menyangkut seleksi beberapa aspek dari realitas sosial dan menjadikannya menonjol dalam sebuah berita, teriring harapan tertangkapnya wacana yang sedang diinginkan wartawan.Secara teknis, tidak mungkin bukti bahwa seorang wartawan untuk mem-framing seluruh bagian dari berita. Hanya bagian dari kejadian-kejadian (happening) penting saja yang menjadi objek framing wartawan. Tetapi, bagian-bagian kejadian (happening) penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah, peristiwa atau ide yang diberitakan.


Kalai bisa, khalayak memang perlu mengetahui teknik yang dipakai wartawan dalam mem-framing berita. Dengan pengetahuan itu, mereka akan jadi kritis ketika memaknai berita. Tetapi, bagi penulis berita, pengetahuan tentang teknik yang dipakai dalam mem-framing berita merupakan satu keharusan. Teknik yang biasa dipakai adalah: (i) defining problem, mendefinisikan masalah dengan pertimbangan-pertimbangan yang sering kali didasari oleh nilai-nilai kultural yang berlaku umum; (ii) diagnosing causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam permasalahan; (iii0 making judgement, memberikan penilaian moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan; dan (iv) suggesting remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan perlakuan
tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi.

Setelah itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa dipakai dalam proses framing adalah: (i) struktur sintaksis, yaitu penonjolan aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan penutup berita; (ii) struktur skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang memenuhi nilai berita; (iii) struktur tematis, yaitu menghadirkan ide dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”, “karena”, dan “karena itu”; dan (iv) struktur retoris, yaitu memaknai metafor, contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci, dan konotasi (depiction).

2. Manfaat framing
Apakah para wartawan akan menangis bila khalayak tidak memaknai berita sesuai dengan framing mereka? Jawaban pertanyaan ini sangat tergantung dari penghayatan para wartawan terhadap tugas dan kewajiban mereka. Bagi seorang wartawan yang sadar persis bahwa tugasnya adalah mengidentifikasi persoalan yang ada dalam masyarakat dan berperan serta menyelesaikan masalah tersebut lewat wacana yang dia ciptakan, maka dia akan sedih bila khalayak tidak bersikap apa-apa setelah membaca berita yang ditulisnya. Untuk mengantisipasi itulah dia tidak hanya berhenti pada penulisan berita saja. Dia akan amati apa yang terjadi pada khalayak setelah membaca berita yang ditulisnya. Sebaliknya, bagi seorang wartawan yang hanya bekerja untuk mencari penghidupan semata, tugasnya akan berhenti begitu dia selesai menulis sebuah berita.

Bila diamati lebih dalam lagi, sebenarnya framing terdiri dari atas dua jenis, yaitu framing media dan framing individu. Framing media dilakukan oleh wartawan dan framing individu dilakukan oleh khalayak. Mengenai yang terakhir ini, ia akan menjadi dasar bagi khalayak untuk melakukan interpretasi selektif dari pesan yang disampaikan berita. Bagi khalayak, posisi framing individu merpakan kondisi mental dan cetusan ide yang membimbing individu memproses informasi. Dari framing individu inilah khalayak menangkap wacana yang disampaikan wartwan.

Kalau ada khalayak yang tidak mem-framing berita sesuai dengan framing yang diharapkan wartawan, itu sebenarnya di luar kemampuan wartawan. Kendati begitu, tidak ada salahnya wartawan memahami kognisi sosial khalayak mengenai sebuah isu. Dengan pemahaman itu, wartawan bisa mem-framing berita yang pada gilirinnya bisa di-framing khalayak sesuai dengan harapan wartawan.

Kenyataan di atas merupakan satu bukti bahwa framing media yang dilakukan wartawan dipengaruhi oleh beberapa variabel. Selain kognisi sosial, variabel lain yang mempengaruhi wartawan mem-framing berita adalah ideologi dan struktur sosial. Karena itu, bagaimana wartawan mem-framing berita menjadi variabel terikat (dependent variable). Pada titik ini bisa disebut bahwa wartawan tidak begitu saja mem-framing berita.

3. Pedoman framing
Bila seorag wartawan ingin mem-framing berita, ia harus mengingat kaidah jurnalistik yang paling elementer, seperti nilai berita, framing berita, layak berita dan bias berita. Artinya, dia harus tetap mematuhi semua kaidah itu dengan penahanan diri. Setelah mematuhi kaidah itulah ia baru melakukan framing terhadap berita.

Ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan. Pertama, judul berita. Judul berita, sering kali di framing dengan menggunakan metode emapti, yaitu menciptakan ”pribadi khayal” dalam diri khalayak. Sebagai contoh, khalayak dianggapkaqn menempatkan diri mereka seperti korban kerusakan lingkungan hidup atau bagian dari satu masyarakat yang tidak bisa hidup dengan nyaman, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa. Berdasarkan perasaan ini, mereka akan menjadi sangat ”keras” pada pelaku kerusakan lingkungan hidup, baik yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka maupun yang tidak langsung (sebagai manifestasi berpikir global, bertindak lokal). Untuk itu, perlu dirumuskan judul berita lingkungan hidup yang menceritakan kerusakan lingkungan hidup, seperti Asap membawa puluhan korban, Hancurnya lingkungan hidup alam di Rinjani, dan sebagainya.

Kedua, fokus berita. Fokus berita biasanya diframing orang dengan metode asosiasi, yaitu ”menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita. Sebagai contoh misalnya kebijakan yang dimaksud adalah pemeliharaan lingkungan hidup yang sedang diusahakan berbagai pihak. Dengan ”menghubungkan” kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di berbagai daerah di seantero Indonesia, sekalipun usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan kerusakan lingkungan hidup.

Fokus berita, dalam praktek sehari-hari, adalah fakta yang menjawab pertanyaan what. Fakta inilah yang kemudian ”digabungkan” dengan berbagai kebijakan yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak (terutama pemerintah), seperti tentang pemakaian pestisida, arah industri, pemakaian pupuk, pemukiman peladang berpindah serta perambah hutan, dan sebagainya.

Ketiga, penutup berita. Penutup berita bisa di-framing dengan menggunakan metode packing, yaitu menjadikan khlayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Sebagai contoh, dalam berita lingkungan hidup, apapun inti ajakan, khalayak menerima sepenuhnya. Sebab, mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang direkonstruksikan oleh berita seperti; (1) bagi orang yang pernah datang ke Simalanggang 20 tahun lalu, daerah itu menjadi tempat yang sangat nyaman untuk tinggal. Di samping lingkungan alamnya yang masih hijau, airnya sangat jernih dan tanahnya sangat subur. Sayang, sekarang Simalanggang sangat kotor: sampah menumpuk di berbagai pojok dan tikus berkeliaran. Airsudah tidak bersih lagi. Kesuburan tanah berkurang. Semua itu terjadi gara-gara pembangunan berbagai industri yang tidak peduli dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Itulah sebabnya izin semua industri di Simalanggang perlu ditinjau lagi; dan (2) Ia melongo menyadari aliran sungai macet, tanah longsor di beberapa tempat dan air mulai menggenangi pekarangan rumah penduduk. Mulutnya tiba-tiba terkatup rapat. Ia tidak yakin bahwa ekosistem hutan kawasan Gunung Singgalang telah rusak. Tetapi, itulah yang terjadi.

Mendadak sontak ia merasa malu memiliki kampung di kaki Gunung Singgalang. Ia lebih malu lagi pada diri orang tuanya. Ternyata yang slema ini ia banggakan dan sayangi, sudah merusak lingkungan lewat eksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang. Jangan heran bila ia mendukung protes masyarakat terhadap perusahaan milik orang tuanya yang memperoleh izin
mengeksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang tersebut.

Jika setiap hari pers Indonesia membombardir khalayak dengan judul-judul berita lingkungan hidup yang menggambarkan kerusakan lingkungan hidup, fokus berita yang juga menunjukkan bahwa kebijakan tentang pemeliharaan fungsi lingkungan hidup masih tidak terealisasikan dengan baik, serta penutup berita yang mengajak khalayak untuk memerangi kerusakan lingkungan hidup, lama-kelamaan akan muncul dorongan dalam diri khalayak untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara fungsi lingkungan hidup sehingga bisa diwariskan kepada generasi mendatang dalam keadaan yang sama dengan sekarang atau bisa lebih baik lagi.

4. Praktek framing

Tugas 3:
Identifikasilah: (i) ide framing; (ii) bagian berita yang memperoleh framing; dan (iii) 

Sudi Kiranya Memberi Komentar ..