This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 14 Februari 2013

Teknik Mewawancarai Narasumber Dalam Etika Jurnalistik


Apakah Anda siap disebut wartawan dan menjalani profesi jurnalistik? Jika ya, Anda harus mampu melakukan wawancara sesuai dengan kode etik jurnalistik yang telah Anda dapatkan sebelum sesi ini. Jika Anda meramu tulisan dari berbagai sumber tertulis dan mengobservasi peristiwa di lapangan serta wawancara tanpa berpatokan pada kode etik jurnalistik, Anda disebut penulis atau pelapor, atau sedikit lebih keren, observer!

Kembali ke lap top! karena dalam praktiknya, wawancara tidak hanya berlaku bagi wartawan dalam mendapatkan informasi dari sumber berita, tetapi juga berlaku dalam perekrutan karyawan atau promosi karyawan untuk jabatan yang lebih tinggi dalam sebuah perusahaan.


Meskipun demikian, kedua jenis wawancara tersebut merupakan percakapan yang diarahkan oleh si pewawancara dengan tujuan memperoleh informasi dari pihak yang diwawancarai dengan cara menggali dan mengarahkan. Khusus untuk praktik jurnalistik, keberhasilan tugas jurnalisme terletak pada sumber berita dan keberhasilan Anda sebagai wartawan dalam mengorek informasinya. Keberhasilan mengorek informasi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Anda menggunakan teknik wawancara.



1. Sejarah Singkat Wawancara


Kunci wawancara yang baik “memungkinkan sumber berita mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkannya, bukan memikirkan apa yang hendak dikatakannya” (Mike Fancher, wartawan Seattle Times dalam Kusumaningrat, 2005: 189).


Perlu Anda pahami, wawancara merupakan salah satu dari empat teknik pengumpulan informasi, yakni observasi langsung dan tidak langsung; pencarian melalui catatan publik dan partisipasi dalam peristiwa.


Teknik wawancara dikenal pada abad ke-19, ketika pertama kalinya sebuah wawancara disajikan sebagai suatu karya jurnalistik oleh James Gordon Bannet pada 1836. Namun semua koran di London mencemoohkannya, karena dinilai cuma bualan yang merendahjkan praktik jurnalistik. Di Amerika Serikat, pada 1700-an, awal tumbuhnya persuratkabaran, wartawan negara itu belum menjadikan wawancara sebagai faktor penting praktik jurnalistik. Presiden Lincoln yang terkenal itu sering bercakap-cakap dengan wartawan, namun tidak pernah wartawan tersebut mengutip percakapan mereka. Charles Nordhhoff, Redaktur Pelaksana The Evening Post, New York menulis percakapannya dengan Presiden Andrew Johnson, namun tulisannya itu tidak pernah dimuat oleh pemimpin redaksinya.


Baru pada abad ke-20, praktik wawancara diakui dan mencapai puncaknya. James Reston, Bob Woodward dan Carl Bernstein menelurkan karya jurnalistik yang hebat berdasarkan wawancara mereka. Era interview journalism berlanjut sampai sekarang bahkan wawancara dianggap sebagai tulang punggung pekerjaan jurnalistik serta kemampuan dan keterampilan yang mutlak dimiliki wartawan.









2. Persiapan Wawancara


Pada dasarnya, di dalam suatu wawancara, pasti ada yang mewawancarai dan yang diwawancarai. Jadi, pasti ada pertanyaan dan ada pula jawaban. Persiapan wawancara sangat bergantung pada bentuk tulisan atau acara_jika medianya elektronik­_ yang diinginkan, atau pada penugasan redaktur Anda. Contoh, Anda ditugaskan untuk meliput peristiwa peledakan Bom Bali Kedua pada 2005. Apakah wawancara yang Anda lakukan tentang peristiwa tersebut bertujuan untuk:


1. menggali lebih jauh (digging the news) dan hasil penggalian itu ditulis sebagai berita keras (hard news)?


2. atau sebagai cerita pelengkap (sidebar atau singleout)?


Untuk keperluan tujuan wawancara yang pertama, Anda tentu menggali hal-hal yang mengungkap latar belakang peristiwa dan akibat yang ditimbulkan. Caranya dengan mewawancarai pihak kepolisian serta satpam di sekitarnya dan beberapa saksi mata. Dalam hal ini tidak lupa juga meminta tanggapan sumber berita yang memiliki keahlian untuk mengurai teknologi bahan peledak yang digunakan.


Membaca kliping berita tentang peristiwa serupa dapat memberikan inspirasi untuk menyusun pertanyaan. Demikian pula dengan membaca ensiklopedia untuk mencari tahu arti istilah TNT (trinitrotuluene), sebelum melakukan wawancara untuk minta keterangan dari ahli bom dan pakar laboratorium forensik Polri yang menganalisis peristiwa serupa selama ini.


Untuk keperluan tujuan wawancara yang kedua, penggalian berita lebih ditujukan pada hal-hal yang sifatnya memiliki unsur human interest guna menggugah empati pembaca, seperti latar belakang korban, kisah anak yang ditinggalkan ibu yang menjadi korban, dan sebagainya.


Kesalahan yang paling umum dijumpai pada banyak wartawan, aplaagi wartawanpemulaadalah kurangnya persiapan sebelum melakukan wawancara. Akibatnya, ketika terjun kelapangan untuk menemui sumber berita, wartawan tersebut sering kurang memiliki kedalaman dalam menyusun pertanyaan atau mengajukan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu, karena bentuk pertanyaannya terlalu standar, sehingga membuang waktu yang berharga bagi kedua belah pihak.


Kurangnya persiapan membuat Anda kurang menguasai persoalan dan kurang pula penghargaan yang diperoleh dari sumber berita. Jika ini yang terjadi, maka Anda menghadapi sebuah awal kerja yang tidak menguntungkan.


Mempersiapkan diri sebelum wawancara mutlak hukumnya, bahkan untuk pergi ke sebuah acara pun. Anda harus memperhitungkan:


1. Siapa saja yang hadir?


2. Adakah mereka bisa menjawab hal-hal yang ingin diketahui?


3. Jika tokoh “Si Polan” hadir, apa yang bisa ditanyakan kepadanya?


Untuk berita harian dan mingguan, Anda harus membiasakan diri untuk mengetahui topik yang sedang hangat di tengah masyarakat. Topik yang sedang hangat ini dikenal dengan istilah “quote of the day”. Untuk mengetahuinya, Anda harus mengikuti trend berita setiap hari, dan membiasakan diri membaca koran, majalah, dan buku-buku yang berhubungan dengan topik hangat tersebut. Dengan begitu, Anda memperoleh bahan wawancara yang sangat besar, khususnya untukfeature yang memprofilkan seseorang.


Anda harus ingat, wartawan bukan saja mewakili media tempat Anda bekerja, tapi juga menjadi wali bagi pembaca di setiap peristiwa. Oleh karena itu, berita yang Anda tulis harus dapat membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, begitu juga dalam feature profil hasil wawancara, yang membuat pembaca seakan-akan berhadapan sendiri dengan tokoh yang diprofilkan, karena penulisan tentang faktanya hidup dan rinci.


Di samping itu, Anda juga harus tahu bahwa banyak persoalan yang bertalian dengan profesi, birokrasi dan berbagai persaingan yang menuntut pemikiran dan pengambilan keputusan dengan cepat, tepat, terarah dan bermanfaat. Sehubungan dengan itu, masyarakat cenderung memilih informasi yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi mereka. Karenanya, media yang spesifik diminati sepanjang dapat memenuhi kebutuhan mereka.


Kebutuhan yang dimaksud berkisar pada: kebutuhan untuk mengikuti perkembangan aktual dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional; menurunkan ketegangan, mengatasi rasa kesendirian, mempelajari sesuatu atau mengisi waktu; kebutuhan memperoleh informasi mutakhir sebagai bahan pembicaraan dalam pergaulan sehari-hari, perencanaan aktivitas dan pengembangan pemikiran.









3. Jenis Wawancara


3. 1 Menurut Caranya


3. 1. 1 Cara Wawancara Tatap Muka


Wawancara ini dilakukan dengan cara berhadap-hadapan yang memungkinkan penggalian informasi lebih dalam dan luas, karena sebelumnya dilakukan perjanjian dengan sumber berita, topik dan fokusnya sudah dirancang, bahkan kesempatannya pun lebih khusus, baik tempat maupun waktu yang disediakan.









3. 1. 2 Cara Wawancara Melalui Telepon


Ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mengejar deadline. Percakapannya sangat singkat dan umumnya sumber berita sering menolak untuk menjelaskan setiap pertanyaan secara panjang lebar, kecuali sumber berita sudah akrab dan biasa menjadi sumber berita si pewawancara.


Dibandingkan dengan wawancara tatap muka, wawancara telepon lebih terbatas, pewawancara tidak bisa melihat langsung mimik lawan bicara, padahal mimik dapat menyiratkan bahasa tbuh seseorang tentang kebenaran yang diucapkannya.









3. 1. 3 Cara Wawancara Kelompok


Wawancara ini dilakukan lebih dari satu orang sumber berita dalam satu kesempatan. Kesempatan seperti ini biasanya muncul ketika terjadi peristiwa bencana alam atau kriminalitas, namun bisa juga untuk keperluan menulis featurekeluarga yang berhasil









3. 2 Menurut Tujuannya


3. 2. 1 Tujuan Berita Kutipan (Quote Story/ Talking News)


Berita kutipan adalah berita yang berisi pernyataan-pernyataan yang diucapkan seseorang atau beberapa orang sumber berita yang bidang keahlian, pengetahuan, atau keadaan pribadinya memberi makna pada pernyataan-pernyataannya.









3. 2. 2 Tujuan Berita Wawancara


Berita yang didasarkan pada wawancara adalah berita yang faktanya dikumpulkan melalui proses wawancara. Dalam hal ini wartawan bertanya dan sumber berita menjawab.


Perbedaan wawancara untuk berita kutipan dengan berita wawancara terletak pada tekanan beritanya. Berita kutipan fakta-faktanya didapat dari hasil wawancara, tetapi tekanannya bukan pada faktanya, tapi pada penilaian dan validitas sumber berita,yaitu keahliannya.









4. Proses Wawancara


Jurnalisme modern mengenal 3 bentuk berita yang dihasilkan dari 3 macam wawancara: (1) wawancara berita (news interview yang memberikan keterangan ahli tentang masalah yang sedang hangat; (2) wawancara profil pribadi (personality interview) yang memberikan kesempatan kepada sumber berita yang diwawancarai untuk mengungkapkan kepribadiannya melalui kata-katanya sendiri; (3) wawancara kelompok (symposium interview) yang mengangkat pandangan atau sikap sejumlah responden, yang kadang-kadang dalam jumlah yang besar, sebagai berita.









4. 1. Proses Wawancara Berita


Berita kutipan dengan ahli planologi merupakan contoh hasil wawancara berita. Berikut adalah ciri utama wawancara yang termasuk dalam kategori wawancara berita.


1. Masalah yang menjadi pokok wawancaranya berasal dari topik yang sedang hanta diberitakan.


2. Sumber beritanya, narasumber yang diwawancarai memenuhi syarat untuk menjelaskan atau memberikan penerangan bahwa fakta-fakta saja belum mengungkapkan kejelasan. ia biasanya merupakan sumber berita yang akan dipercaya oleh khalayak karena keahliannya, pendidikannya, posisinya, atau statusnya.


3. Hasil wawancara menambah pengetahuan atau pemahaman khalayak secara berarti tentang sesuatu masalah. ia menjelaskan, meluaskan wawasan, menghilangkan prasangka, memberikan pandangan dengan kegelisahan atau dengan optimisme. Ia menawarkan pendalaman yang jarang dimiliki oleh berita faktual yang sederhana.









Pentingnya berita yang ditulis dari hasil wawancara, berita ini jelas. Di abad internet seperti sekarang ini, tidak seorang pun memiliki cukup kemampuan untuk mengevaluasi, memahami, atau bahkan mencerna sebagian besar fakta-fakta yang terbentang di hadapannya. Hal inilah yang membuat timbulnya kewajiban kepada media massa untuk membantu khalayak dengan jalan menyodorkan latar belakang fakta-fakta untuk memudahkan pemahaman.


Ketika terjadi bencana banjir Suingai Bohorok di kabupaten Langkat, Sumatrera Utara (Sumut_ yang memakan korban 100 jiwa manusia lebih, wartawan bergegas memburu lokasi kejadian, menghubungi pihak yang berkompeten di Sumut maupun di pemerintahan pusat di Jakarta untukdimintaiketerangan.


Semua itu dilakukan untuk memberikan penjelasan dan membuat interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan. jurnalisme abad ini menuntut para wartawan bekerja lebih keras lagi. Pembaca surat kabar abad ini tidak puas lagi hanya dengan penyajian fakta-fakta. Mereka menuntut pula latar belakang kejadian dan bagaimana prospeknya serta seberapa jauh dampak bagi dirinya.


Perhatikan tiga ciri wawancara berita tersebut: topiknya adalah masalah hangat; yang diwawancarai adalah pihak-pihak yang umumnya akan diterima oleh khalayak; penjelasannya bertujuan menyingkap fakta-fakta yang tertutup kabut menjadi fakta-fakta yang menimbulkan perasaan lega karena dipahami.









4. 2. Proses Wawancara Profil Pribadi


Wawancara profil pribadi berada di tengah-tengah antara wawancara berita, yang memerlukan keterangan ahli dan awwancara kelompok yang membutuhkan pandangan dan sikap sejkumlah responden.


Umumnya wawancara profil pribadi dilakukan dengan tokoh terkenal atau selebritas. Detail yang sifatnya intim tentang sosok terkenal itu disajikan kepada pembaca demi kepuasan pembaca yang selalu menyenangi tokoh terkenal dan ingin mengetahui segala hal tentang tokoh terkenal tersebut.


Tapi tekanan dalam ketiga wawancara tersebut tidak sama. Wawancara berita maupun wawancara kelompok berusahja mencari tahu pendapat narasumber tentang sesuatu masalah atau topik atau peristiwa. Wawancara profil pribadi berusaha mencari tahu hal-hal seputar diri narasumber sendiri, terutama hal-hal yang membuat dia bisa menjadi orang terkenal dan bagaimana kisahnya sampai ia mencapai kedudukan sebagai orang terkemuka.


Pembaca juga memiliki minat lain dalam membaca hasil wawancara profil pribadi ini: dalam membaca berita atau tulisan tentang sosok pribadi terkenal, pembaca biasanya menghubungkan sifat-sifat dan kisah kehidupan tokoh terkenal atau selebriti tersebut dengan harapan menemukan sesuatu di dalamnya yang akan membantu dia mencapai sukses dalam hidupnya sendiri.


Dalam semua teknik pengumpulan berita, tidak ada teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan siapa dan apa seseorang itu selain teknik wawancara profil pribadi. Dalam berita hasil wawancara profil pribadi, seorang wartawan membantu narasumber menunjukkan orang macam apa dia sebenarnya melalui caranya berbicara, bersikap dan bertindak.


Dalam wawancara profil pribadi, tokoh terkenal atau orang yang hanya menarik itu dibiarkan mengatakan dengan kata-katanya sendiri apa yang disukai atau tidak disukainya,m sikapnya tentang makanan atau tentang keadaan masyarakat sekarang atau tentang jalannya pemerintahan, tentang harapan-harapan dan antusiasmenya, tentang kekecewaannya dan sebagainya. Apa yang dikatakan dan bagaimana sosok ini mengatakannya membuat khalayak pembaca merasakan seakan-akan sosok ini berhadapan dengan mereka.


Tulisan berita atau feature hasil wawancara seperti ini nyata sekali bedanya dengan tulisan sketsa biografi. Sketsa biografi yang ditulis dengan menjaga jarak dengan narasumber, bertutur tentang narasumber: di mana dan kapan ia dilahirkan, berapa anaknya, kapan dia diangkat dalam jabatannya sekarang atau kapan memulai karirnya, dan sebagainya. Sktsa biografi lebih mirip dengan pola pemberitaan kematian atau dengan pola tulisan dalam buku “Apa dan Siapa”. Sketsa biografi tidak atau hampir tidak mengandung kehangatan atau keintiman wawancara, di mana wartawan yang terampil dapat membuat ucapan-ucapan dan sikap laku narasumber terasa hidup.


Wawancara sosok pribadi, selain dapat digunakan untuk mem-profilkan pribadi terkenal, dapat pula digunakan untuk mem-profilkan sosok “pribadi yang menarik” dan “pribadi yang tipikal, yang khas”.


Sosok pribadi yang menarik tidak perlu terkenal mungkin saja ia hanya terkenal di desanya atau kecamatannya. tapi perjangan hidupnya bisa memberikan inspirasi bagiorang lain.Misalnya, seorang petani yang dapat menghasilkan 10 ton padi per hektar, jumlah yang melebihi hasil tertinggi 8 ton padi dalam sehektar.


Contoh lainnya, seorang penyembuh alternatif yang terbukti dapat menyembuhkan penyakit kanker; seorang pengerajin rotan yang mampu mempekerjakan para penganggur sekampungnya karena hasil kerajinan rotannya diekspor ke luar negeri yang memberikan pendapatan seorang pengusaha besar.


Sosok pribadi yang tipikal atau yang khas pun sama tidak perlu terkenal, asalkan dia merupakan sosok pribadi yang berbeda dari sesamanya. Misalnya bisa saja dia seorang tukang tambal ban yang khas cara menambalnya; seorang anggota satpam yang khas cara menjalankan tugasnya; seorang tukang becak yang khas karena ia punya hobi memasang bendera semua partai di becaknya, seorang polwan yang khas, seorang pedagang mie yang khas karena pembelinya orang-orang bermobil, dan sebagainya.


Dalam menghimpun bahan untuk menyusun tulisan tentang profil pribadi, Anda harus memastikan untuk memberikan gambaran yang benar dan seimbang tentang tokoh yang diceritakan, tidak hanya memusatkan perhatian pada hal-hal yang tidak biasa tentang dia. Para pembaca ingin mengetahui pula apa yang menjadikan sosok tersebut berhasil dalam hidupnya, sebab itu diwawancarai pula orang-orang yang dekat dengan dia, dimintai pendapatnya, bahkan kalau perlu musuh atau pesaingnya juga bisa dimintai penilaiannya.


Melakukan wawancara untuk profil pribadi sedikit berlainan tekniknya dengan wawancara untuk berita, terutama kalau narasumber yang akan diwawancarai merasa dirinya tokoh terkemuka. Selain itu, tokoh berita biasanya orang-orang sibuk, segala sesuatu yang menghemat waktunya dianggap menguntungkan, sebab itu Anda sebaiknya mengadakan perjanjian terlebih dahulu, melakukan persiapan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi sekitar dirinya dan jika ada waktu sempatkan dulu membaca buku-buku hasil karyanya.









4. 3. Proses Wawancara Kelompok


Wawancara kelompok tidak dilakukan dengan satu atau dua narasumber saja, tapi dengan banyak narasumber, karena tujuannya ntuk mendapatkan keterangan dari berbagai sumber. Biasanyatopik yang menjadi bahan wawancara sedang hangat menjadi perhatian khalayak, seperti masalah pemilihan presiden, misalnya, sehingga orang-orang yang bisa berkomentar tentang masalah atau topik tersebut dapat dijumpai hampir di segala penjuru. Penting untuk Anda perhatikan, dalam wawancara jenis ini, topik yang menjadi bahan wawancara harus memiliki dampak yang luas. Misalnya, kenaikan bahan bakar minyak oleh pemerintah bukan saja dampaknya dirasakan oleh pemilik kendaraan bermotor, tapi juga oleh rakyat yang sehari-hari menggunakan bahan bakar minyak tanah dan industri yang menggunakan solar sebagai bahan bakar penggerak mesin di pabrik-pabriknya.


Narasumber yang diwawancarai untuk berita wawancara kelompok ini bukan orang-orang penting atau orang yang mempunyai otoritas di suatu bidang keahlian, tetapi orang biasa yang memiliki pandangan atau tanggapan yang sifatnya khas. Tanggapan mereka jika dijadikan satu akan menunjukkan bagaimana situasi yang diberitakan mempengaruhi masyarakat. Pendapat salah seorang di antara mereka, jika diambil sendirian, sudah tentu tidak mempunyai nilai berita. Di sini nilai itu terletak pada bobot kumulatif dari semua hasil wawancara yang dijadikan satu. Kadang-kadang tanggapan dari kelompok yang mewakili warga masyarakat biasa bisa bercerita banyak ketimbang berlembar-lembar pidato di depan sidang DPR.


Perbedaan antara tanggapan ahli dan warga biasa berlaku juga sebagai unsur yang membedakan wawancara berita dengan wawancara kelompok.Meskipun sebagian besar wawancara berita hanya menampilkan kontribusi satu narasumber saja, beberapa di antaranya mungkin mengambil bahan dari berbagai sumberr. Dalam pemberitaan tentang kenaikan harga bahan bakar, misalnya, komentar datang dari pemilik kendaraan bermotor, pengemudi angkutan kota, pemilik pabrik, dan ibu rumah tangga. Semuanya merupakan sumber berita yang berwenang mengomentari masalah tersebut menurut kepentingan masing-masing.









5. Wawancara yang Efektif


Upaya meningkatkan diri secara terus-menerus dalam kemampuan mewawancarai harus senantiasa Anda lakukan, bahkanhal ini merupakan suatu yang mutlak, jika ingin mencapai jenjang karier yang baik dalam dunia jurnalistik. Berikut saran agar wawancara Anda efektif dan produk wawancara Anda lebih baik.


1. Usahakan agar wawancara berlangsung 30 menit lebih lama dari yang direncanakan, sehingga dalam waktu yang lebih itu bisa muncul hal yang memperkuat isi waawancara.


2. Jangan biarkan narasumber menunggu, datanglah tepat waktu.


3. Usahakan menyusun dulu peretanyaan dalam buku catatan Anda, untuk berjaga-jaga jika Anda “mati langkah” dalam bertanya, terutama menyangkut pertanyaan pokok yang bisa jadi sesuatu yang penting bagi narasumber. Berilah tanda untuk pertanyaan yang sudah dijawab.


4. Usahakan posisi duduk tidak berjarak terlampau jauh untuk menciptakan suasan yang lebih akrab. Jika narasumber adalah seorang eksekutif top sebuah perusahaan, usahakan wawancara dilakukan di luar kantornya untuk menghindari gangguan yang bisa merusak suasana. Carilah tempat yang disukainya.


5. Usahakan Anda selalu membawa alat tulis cadangan, begitu pula buku catatan. Selain untuk mencegah terjadinya gangguan ketika sedang berwawancara gara-gara kehabisan tinta atau kehabisan kertas, hal itu juga dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa Anda seorang profesional. Tulislah hari, tanggal dan jam serta tempat wawancara. Seandainya sumber berita Anda didampingi oleh asistennya atau rekannya ketika sedang diwawancarai, catatlah nama dan nomor telepon orang itu untuk berjaga-jaga kalau suatu saat diperlukan.


6. Mulailah dengan pertanyaan ringan untuk sekedar pemanasan dan menciptakan rasa percaya diri sumber berita Anda. Jangan dulu mengeluarkan buku catatan, apalagi alat perekam. Ciptakan dulu suasana yang menyenangkan. Mintalah izin tidak keberatan jika wawancara itu direkan dengan alasan agar tidak salah kutip atau demi akurasi berita.









6. Bentuk Pertanyaan Wawancara yang Efektif


Setelah langkah awal dilakukan dan wawancara memasuki tahap mengajukan pertanyaan-pertanyaan, Anda seharusnya mengetahui bentuk-bentuk pertanyaan yang berbeda untuk mendapatkan jawaban yang berbeda juga. Berikut ini adalah pertanyaan yang sebaiknya Anda pahami. Perhatikan tabel berikut.









Tabel 1


BENTUK PERTANYAAN WAWANCARA YANG EFEKTIF




No.


Jenis Pertanyaan


Contoh Pertanyaan



1.


Terbuka


F “Wah, Bapak rupanya senang berolahraga. olahraga apa saja yang Bapak lakukan secara rutin?”



2.


Langsung


F “Bapak Walikota, bagaimana perkembangan tentang masalah anggaran itu, Pak?”



3.


Tertutup


F “Berapa besar yang dianggarkan untuk perjalanan dinas 2009, Pak?”



4.


Menyelidik


F “Mengapa Bapak menganggarkan 20% lebih besar untuk perjalanan dinas 2009 depan, Pak?”



5.


Bi-Polar


F “Apakah anggaran itu diumukan kepada media pada pukul 9 pagi besok, Pak?”



6.


Cermin


F “Jadi, Pak Wali, Anda mengatakan, para pejabat Anda memang perlu lebih banyak melakukan perjalanan dinas pada 2009?



7.


Hipotesis/ Sugestif


F “Apakah Bapak pernah mempertimbangkan untuk mengurangi anggaran perjalanan dinas guna menghemat pendapatan?”










6. 1 Bentuk Pertanyaan Terbuka


Pertanyaan ini diajukan untuk mencairkan kebekuan dalam awawncara dan tidak dimaksudkan untuk mengorek keterangan yang berkaitan dengan topik wawancara. Pertanyaan ini membuat sumber berita terpancing untuk berbicara.


6. 2 Bentuk Pertanyaan Langsung


Ketika pertanyaan berkembang, pertanyaan dapat menjadi lebih spesifik. Pertanyaan langsung berusaha untuk menemukan sifat atau keadaan suatu topik. Ini juga termasuk pertanyaan terbuka.


6. 3 Bentuk Pertanyaan Tertutup


Pertanyaan langsung seringkali mendahului suatu pertanyaan tertutup. Awas! selangkah lagi Anda bisa terjebak mengajukan pertanyaan interogasi! Anda bukan polisi!


6. 4 Bentuk Pertanyaan Menyelidik


Pertanyaan ini seringkali mengikuti pertanyaan langsung dan pertanyaan tertutup, bahkan lebih spesifik.


6. 5 Bentuk Pertanyaan Bi-Polar


Pertanyaan ini diajukan untuk mendapatkan jawaban “ya” atau “tidak” tanpa komentar tambahan.


6. 6 Bentuk Pertanyaan Cermin


Pertanyaan ini diajukan dengan menegaskan kembali pertanyaan terdahulu dan membuat sumber berita meninjau ulang secara singkat pernyataan sebelumnya. Jawabannya biasanya menambah pemahaman wartawan tentang butir-butir permasalahan tertentu.


6. 7 Bentuk Pertanyaan Hipotesis atau Sugestif


Menjelang berakhirnya wawancara, Anda bisa bertanya kepada sumber berita untuk berspekulasi tentang suatu topik atau pokok permasalahan yang sedang hangat. Jika bertanya kepada Walikota tentang kemungkinan adanya pengurangan anggaran perjalanan dinas dikurangi, maka Anda dapat mengajukan pertanyaan hipotesis. Ini adalah pertanyaan hipotesis dalam bentuk sugesti atau saran.


7. Anjuran dan Larangan Dalam Wawancara


Di samping terampil mengajukan pertanyaan yang efektif, sebagai wartawan Anda juga harus memperhatikan beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam wawancara. Perhatikan tabel berikut.


Tabel 2


ANJURAN DAN LARANGAN DALAM WAWANCARA




No.


Anjuran


Larangan



1.


F menulis hal yang penting saja, menandai hal yang menarik dalam catatan, meminta sumber berita untuk mengulangi ungkapan yang menarik, dan melengkapi catatan setelah wawancara


F menulis setiap kata yang dikemukakan sumber berita



2.


F tenang dan punya perhatian penuh terhadap setiap ucapan sumber berita setelah mengajukan pertanyaan


F memperlihatkan sikap seakan-akan Anda lebih mengetahui



3.


F cobalah kembalikan pembicaraan ke pokok masalah, jika sumber berita melompat ke pokok pembicaraan yang disukainya, tetapi menyimpang dari keinginan Anda


F mengorek-ngorek hidung



4.


F Ingat! Anda adalah wartawan yang memerlukan bantuan


F melihat ke kiri dan ke kanan



5.


F ulangi dengan cara lain pada pertanyaan berikutnya dengan menjelaskan bahwa jawaban itu penting dan tidak memberatkan narasumber, bahkan sebaliknya, jika sumber berita menolak menjawab sebuah pertanyaan


F sibuk sms atau menelepon/ menjawab telepon



6.


F tanyakanlah apakah narasumber mau menambahkan lagi di akhir wawancara. Hal ini penting untuk menghindari jika setelah dipublikasikan, dia menilai ada yang kurang. Di samping itu, bisa saja muncul keterangan yang menarik karena dirasakannya suasana wawancara cukup menyenangkan dirinya, padahal tadinya mungkin mencurigakan.







7.


F mintalah kesediannya menerima telepon jika seandainya ada hal yang terlupa. Mintalah kartu nama untuk mengetahui ejaan nama yang benar, jabatan dan nomor telepon/handphone-nya. Jika tidak ada kartu nama, mintalah narasumber sendiri menuliskan namanya dalam buku catatan Anda disertai gelar dan jabatan, nomor telepon kantor, telepon rumah dan telepon genggamnya.














8. Keterangan Tambahan Selama Wawancara


Jika berminat menulis feature tentang narasumber yang sama, Anda harus menambah beberapa keterangan tambahan selama melakukan wawancara seperti uraian berikut.


1. Catatlah penampilan dan sifat-sifat khusus atau tingkah laku yang dengan jelas membedakan dia dari orang lainnya. Cermatilah dengan seksama.


2. Mintalah nama-nama dan alamat beberapa teman dekat sumber berita dan jika mungkin juga pesaingnya. Wawancara singkat melalui telepon dengan orang-orang ini (teman dekat maupun pesaingnya) mungkin memberikan kedalaman perspektif yang berharga pada hasil wawancara Anda.


3. Mintalah kepada sumber berita Anda untuk ikut memberikan pendapat tentang dirinya sendiri_mungkin kebiasaan atau adat-istiadatnya_yang tidak diketahui publik. Ini semua akan memberikan pemahaman tambahan tentang kepribadian dan perilaku sumber berita Anda.


4. Bertanyalah sedalami mungkin tentang kehidupan keluarga sumber berita, jika perlu lakukan wawancara dengan pasangan hidupnya, setidaknya melalui telepon untuk menambah pendalaman tentang pribadi narasumber.









9. Wawancara Sebagai Sebuah Strategi


Anda harus paham, kerja wartawan mengandalkan ketahanan dan tantangan fisik dan kecerdasan intelektual. Tantangan selalu saja ada, tidak hanya di saat perang, di saat damai pun demikian. Wartawan yang meliput peristiwa banjir, gunung meletus, kebakaran, pemogokan buruh, huru-hara, kriminal dan peristiwa lainnya. Riskannya, seringkali tidak ada asuransi yang diberikan dari perusahaan. Oleh karenanya, Anda perlu memasang strategi.


Strategi ini Anda butuhkan dalam peristiwa yang biasanya dialami oleh wartawan baru di kota kecil. Anda tiba di tempat kejadian tabrakan mobil setelah orang banyak pergi. Korban sudah dibawa ke rumah sakit dan bekas tabrakan sudah dibersihkan. Dalam situasi ini wawancaralah yang menyelamatkan Anda!


Keterangan tentang peristiwa tabrakan dapat Anda himpun dengan mewawancarai beberapa penghuni rumah yang berdekatan dengan tempat kejadian. Setelah itu Anda dapat mewawancarai polisi lalu lintas yang bertugas di kawasan tempat kejadian tersebut yang mungkin mengetahui nama-nama orang yang terlibat.


Jika tidak berhasil menghubungi polisi lalu lintas bersangkutan, Anda masih dapat menghubungi bengkel terdekat untuk memeriksa kerusakan yang dialami mobil yang bertabrakan itu. Setelah berhasil mencatat kerusakannya, Anda juga harus mencatat nomor polisi mobil tersebut jika pemilik bengkel tidak mengetahui nama-nama pemiliknya.


Anda juga hars menelepon atau mendatangi kantor polisi atau kantor bersama pengurusan STNK untuk menayakan pemilik kedua mobil yang Anda catata nomor polisinya tadi. Anda juga harus menelepon rumah sakit terdekat. dari sumber-sumber inilah Anda berhasil mengetahui identitas dan tempat keberadaan orang yang terlibat dalam kecelakaan tadi. Jika ada yang mengetahui korban meninggal, Anda segera menghubungi rumah sakit yang menampung jenazah korban.


Wawancara ini termasuk kategori wawancara kelompok. Fakta yang diungkapkan oleh sejumlah narasumber adalah fakta seputar kejadian tabrakan yang diangkat menjadi berita.









10. Wawancara Jurnalistik Radio dan Televisi


Banyak mata acara di radio dan televisi yang berbentuk wawancara, baik pada karya artistik maupun jurnalistik. Pada mata acara wawancara jurnalistik, topiknya harus yang benar-benar diperlukan dan diingini oleh sebagian besar khalayak serta benar-benar bersumber dari masyarakat sendiri.


Dalam wawancara diperlukan seorang pewawancara yang pada wawancara jurnalistik harus menempatkan diri sebagai wakil khalayak. Artinya, pertanyaan yang diajukan kepada sumber berita merupakan pertanyaan yang memancing jawaban mereka. Jawaban ini merupakan informasi yang bebar-benar diperlukan dan diinginkan khalayak.


Pertanyaan yang diajukan kepada sumber berita harus mampu memancing jawaban yang dapat mendudukkan masalah hangat pada porsinya, sehingga setelah mendengar jawaban atau pendapat sumber berita, ketidakpastian di tengah masyarakat menjadi berkurang atau hilang sama sekali.


Jika topik bahasan menyangkut banyak aspek, masing-masing aspek tersebut harus terwakili oleh sumber berita yang relevan, sehingga jalannya wawancara berimbang.


Wawancara jurnalistik yang baik









11. Menghadapi Penolakan Sumber Berita


Hal mengecewakan yang bakal Anda alami sebagai wartawan adalah penolakan oleh sumber berita yang hendak diwawancarai. Penolakan ini mungkin karena sumber berita tidak ingin menjadi saksi suatu peristiwa yang menyebabkan ia dipanggil ke kantor polisi atau ke pengadilan, atau mungkin juga karena takut mendapat teguran dari atasannya jika ia seorang pejabat atau karyawan, dan sebagainya.


Anda harus ingat, kewajiban wartawan di jagad raya ini sama: menemukan fakta yang harus diberitakan demi kepentingan umum! Dalam situasi seperti tadi, Anda tidak boleh menyerah. Anda harus yakin, jika seseorang secara sengaja menghindari wartawan dengan tidak menjawab telepon, menutup telepon, atau main petak umpet dengan wartawan, sesungguhnya orang tersebut akan rugi sendiri, karena sebagai wartawan, Anda juga diwajibkan memasukkan dalam berita Anda bahwa sumber berita menolak diwawancarai atau menolak berbicara. Selanjutnya, pembaca akan menarik kesimpulan sendiri tentang sebab-sebab penolakan tersebut.


Oleh sebab itu, Anda harus memberi tahu juga kepada sumber berita bahwa penolakannya itu juga akan Anda beritakan. Pemberitahuan demikian biasanya akan mengurungkan niat sumber berita untuk tetap bungkam.


Sumber berita terkadang melakukan penolakan karena takut pernyataannya ditangkap atau dikutip secara keliru seperti yang ia baca dan saksikan di media massa. Untuk menghadapi hal ini, Anda harus memperlihatkan sikap yang menesankan kepercayaan pihak sumber berita. Cara melakukan pendekatan pun sangat menentukan dalam membuat sumber berita berbicara.


Katakanlah kepada sumber berita bahwa tujuan mewawancarai dia didasari itikad baik dan niat mencari keterangan secara akurat dan berimbang. Jika Anda berhasil meyakinkannya, maka sumber berita tersebut akan berterima kasih karena akhirnya ia dapat berbicara kepada seseorang yang menaruh simpati terhadapnya dan memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara menurut versinya sendiri tanpa menjelaskan fakta yang sebenarnya.


Perilaku yang suka menggertak dan membual sering ditemui wartawan di lapangan. Beruntung jika Anda memiliki sedikit informasi yang tidak diharapkan oleh sumber berita tersebut. Dengan memasukkan informasi ini secara cerdik ke dalam wawancara, Anda dapat membendung nafsu sumber berita untuk menggertak dan membual. Namun sebaliknya, jika Anda tidak memiliki penghetahuan untuk menggertak sumber berita, Anda akan membuka front melawan pernyataan dengan pernyataan. Selamat bertugas!


***

Sabtu, 08 Desember 2012

Kabel UTP Local Area Network ( LAN ) : Susunan Straight Susunan Cross

Susunan Straight:
Ujung kabel 1 dan 2 sama


  1. Putih Orange
  2. Orange
  3. Putih hijau
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Hijau
  7. Putih coklat
  8. Coklat
gambarnya seperti berikut


Susunan Cross:
Ujung Kabel 1:

  1. Putih Orange
  2. Orange
  3. Putih hijau
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Hijau
  7. Putih coklat
  8. Coklat
Ujung Kabel 2 :
  1. Putih hijau
  2. Hijau
  3. Putih orange
  4. Biru
  5. Putih biru
  6. Orange
  7. Putih coklat
  8. Coklat
 gambarnya seperti berikut
 
Sekian dulu dari saya, semoga bermanfaat bagi pembaca

Sabtu, 01 Desember 2012

Karakteristik Broadcast Journalism, Prinsip Penulisan, Elemen Pemberitaan

Oleh ASM. ROMLI
Jurnalistik radio  (radio journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi berita dan penyebarluasannya melalui media radio siaran.
Jurnalistik radio adalah “bercerita” (storytelling), yakni menceritakan atau menuturkan sebuah peristiwa atau masalah, dengan gaya percakapan (conversational).

KARAKTERISTIK
  1. Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau disuarakan.
  2. Spoken Language. Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words). Kata-kata yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung dimengerti.
  3. Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus jelas, sederhana, dan sekali ucap langsung dimengerti.
  4. Global. Tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan, fakta-fakta diringkaskan.
PRINSIP PENULISAN
  1. ELF – Easy Listening Formula. Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
  2. KISS – Keep It Simple and Short. Hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit. Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives).
  3. WTYT – Write The Way You Talk. Tuliskan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
  4. Satu Kalimat Satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
ELEMEN PEMBERITAAN
  1. News Gathering – pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase: wawancara, studi literatur, pengamatan langsung.
  2. News Production – penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara” (sound bite), backsound, efek suara, dll.
  3. News Presentation – penyajian berita.
  4. News Order – urutan berita.
TEKNIS PENULISAN: PILIHAN KATA
  1. Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), e.g. jam empat sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
  2. Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g. Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan…
  3. Stay away from quotes. Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, e.g. Ia mengatakan siap memimpin demo (“Saya siap memimpin demo,” katanya).
  4. Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau akronim, tanpa menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN Bandung –Fulan—mengatakan…).
  5. Subtle repetition. Ulangi secara halus fakta-fakta penting seperti pelaku atau nama untuk memudahkan pendengar memahami dan mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan… Menurut Presiden…. Kepala Negara juga menegaskan….
  6. Present Tense. Gunakan perspektif hari ini. Untuk unsur waktu gunakan kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan nama-nama hari (Senin s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo hari ini… Besok mereka akan melanjutkan aksi protesnya…
  7. Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya. Angka 1 ditulis “satu” dst. Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25 atau 345 jangan ditulis: duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka ratusan, ribuan, jutaan, dan milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi ditulis: lima ratus, depalan ribu, 15-juta, 145-milyar.
  8. Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka, e.g. 600-ribu rupiah (Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
TANDA BACA KHUSUS
  1. Dash. tanda garis pisah (–) untuk sebelum nama atau kata penting atau butuh penekanan.
  2. Punctuation. Tanda Sengkang, yaitu tanda-tanda pemenggalan (-) untuk memudahkan pengucapan singkatan kata yang dieja. M-U-I, B-A-P, W-H-O, P-U-I, dsb.
  3. Garis Miring. Jika perlu, gunakan garis miring satu (/) sebagai pengganti koma atau sebagai tanda jeda untuk ambil nafas, garis miring dua (//) untuk ganti titik, dan garis miring tiga (///) untuk akhir naskah.
Contoh:
Menjelang Pemilu 2009/ sedikitnya sudah 54 partai politik/ mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM// Mereka akan diverifikasi untuk ikut Pemilu. Menurut pengamat politik –Arby Sanit/ banyaknya parpol itu menunjukkan animo elite untuk berkuasa masih tinggi///
PRODUK JURNALISTIK RADIO
  1. Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik. Biasanya berita penting, harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela siaran (breaking news) atau program reguler insert berita (news insert) tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
  2. Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari pengantar (cue) penyiar di studio dan laporan reporter di tempat kejadian, termasuk sound bite dan/atau live interview.
  3. Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan naskah berita, petikan wawancara (soundbite).
  4. Feature. Durasi 10-30 menit. Paduan antara berita, wawancara, ulasan redaksi, musik pendukung, dan rekaman suasana (wildtracking). Membahas tema tertentu yang mengandung unsur human interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
  5. Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah atau peristiwa.
Cue: Menjelang Pemilu 2009, sedikitnya sudah 54 partai politik mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM, guna diverifikasi sehingga bisa ikut Pemilu. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang banyaknya parpol tersebut, berikut ini petikan wawancara kami dengan beberapa warga masyarakat:
Sound Bite : 1. “Bagus lah, biar banyak pilihan…” 2. “Saya sih mau golpu aja, gak ada partai yang bagus sih menurut saya mah…” 3. “Saya akan setia pada parpol pilihan saya, tidak akan kepengaruh oleh parpol baru, belum tentu lebih bagus ka…” dst.
NEWS PROGRAM
  1. Buletin (Paket berita) – Berisi rangkaian berita-berita terkini (copy, straight news) –bidang ekonomi, politik, sosial, olahraga, dan sebagainya; lokal, regional, nasional, ataupun internasional. Durasi 30 menit atau lebih.Durasi bisa lebih lama jika diselingi lagu dan “basa-basi” siaran seperti biasa.
  2. News Insert – insert berita.Berisi info aktual berupa Straight News atau Voicer. Durasi 2-5 menit bergantung panjang-pendek dan banyak-tidaknya berita yang disajikan. Biasanya disajikan setiap jam tertentu. Bisa berupa breaking news, disampaikan penyiar secara khusus di sela-sela siaran non-berita.
  3. Majalah Udara — Berisi straight news, wawancara, dialog interaktif, feature pendek, dokumenter, dan sebagainya.
  4. Talkshow – Dialog interaktif atau wawancara langsung (live interview) di studio dengan narasumber, atau melalui telepon.
REFERENSI: Asep Syamsul M. Romli, Broadcast Journalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter, dan Scriptwriter, Penerbit Nuansa Bandung, 2004; Imelda Reynolds (ed.), Pedoman Jurnalistik Radio, Internews Indonesia, 2000; JB Wahyudi, Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Pustaka Utama Grafiti Jakarta, 1996; Torben Brandt dkk. (editor), Jurnalisme Radio: Sebuah Panduan Praktis, UNESCO Jakarta-Kedubes Denmark Jakarta 2001. By ASM. Romli. Ikhtisar perkuliahan “Jurnalistik Radio” Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi & Dakwah UIN SGD Bandung. Copyright © ASM. Romli. www.romeltea.com

Apa yang ditulis, Bagaimana menulis, Masalah Bahasa, ( Jurnal Berita)


Dalam sebuah surat kabar dikenal ada: berita, feature, tajuk, pojok, kolom, surat pembaca, iklan. Biasanya ada pula fiksi, karikatur, foto-foto. Berita dan feature adalah fakta, pojok dan tajuk adalah opini dari pengasuh koran, kolom dan surat pembaca adalah opini dari luar, iklan adalah sumber duit untuk penerbitan, sedang fiksi adalah karangan yang fiktif, bisa sebagai cerita bersambung, cerpen, dan sebagainya.

Dalam penerbitan majalah dan tabloid, keadaannya hampir sama. Mungkin majalah dan tabloid tidak ada fiksinya, kecuali majalah dan tabloid yang sifatnya hiburan, bukan majalah atau tabloid berita. Di penerbitan majalah dan tabloid, juga jarang ada tajuk rencana, yang isinya adalah opini yang mengatasnamakan penerbitan itu. Di beberapa penerbitan, pemimpin redaksi atau redaktur senior menulis opini khusus dengan byline. Misalnya, di Forum dulu ada Catatan Hukum. Itu tak bisa digolongkan opini, karena belum tentu mewakili isi majalah tersebut. Itu lebih tepat disebut kolom. Nah, di majalah TEMPO sekarang ini ada opini. Itu betul-betul opini yang sebenarnya, karena dibuat untuk mewakili kepentingan penerbitan. Dan tidak ada byline-nya (penulisnya).


Kriteria:
Jadi apa itu opini dan kolom, sudah jelas. Opini adalah tulisan yang merupakan pendapat seseorang atau lembaga. Kolom dan surat pembaca termasuk opini. Pokoknya segala yang bukan berita disebut opini.

Dan opini ada dua: mewakili lembaga (disebut tajuk, pojok, opini — dalam pengertian rubrik), dan mewakili perorangan (disebut kolom). Kalau dibagi lagi, kolom bisa ditulis oleh orang luar maupun orang dalam, tajuk dan sebagainya itu adalah opini yang ditulis oleh orang dalam.


Apa yang ditulis:

>Baik opini maupun kolom, kedua-duanya adalah menyoroti sebuah berita aktual dengan memberi pendapat-pendapat, baik saran, solusi, kritik dan sebagainya. Kalau berita tentu tak bisa dicampuri dengan opini. Berita yang dicampur dengan opini menjadi rancu, dan mengaburkan nilai berita itu sendiri. Berita pun menjadi tidak obyektif lagi.

Karena itu sebuah tulisan yang ingin melengkapi berita itu dengan pendapat seseorang, dipesan kolom oleh sebuah penerbitan. Itu yang menyebabkan penulis kolom adalah tokoh-tokoh yang sudah dikenal dalam bidangnya. Apalagi untuk majalah. Kalau Anda belum terkenal tak bisa menulis kolom. Di koran-koran, karena terbitnya setiap hari dan membutuhkan banyak tulisan, masih bisa menerima tulisan kolom dari luar yang datang begitu saja tanpa dipesan. Tapi di majalah tidak, tulisan dipesan dan hanya orang tertentu saja yang bisa menulis.


Bagaimana menulis:

>Baik kolom maupun opini ditulis dengan cara yang sangat populer dan dibatasi panjangnya. Kalau di majalah panjang kolom paling banyak 5.000 charakter, di koran umumnya sama saja, tetapi bisa sedikit lebih panjang karena bisa bersambung ke halaman lain. Anda tak bisa bertele-tele, tetapi langsung pada persoalan. Memang, kemudian dikenal ada gaya seseorang, yang tak mudah ditiru oleh orang lain. Apalagi apa yang kemudian disebut kolom khusus (misalnya Asal-usul di Kompas).

Salah satu yang penting dalam menulis opini atau kolom adalah fokus yang jelas dan sudut pandang tidak melebar ke mana-mana. Karena itu banyak pemula yang bingung, bagaimana memulainya dan bagaimana memperlakukan bahan-bahan yang ada.

Jangan mudah bingung. Periksa dulu rencana awal, sebenarnya apa sih tema yang mau anda tulis itu? Fokus ceritanya apa, lalu angle (sudut pandangnya) ke mana. Cocokkan dengan bahan/data yang Anda punya atau berita yang sudah terjadi. Apakah sudah terkumpul dan mendukung tulisan itu? Kalau belum, cari yang kurang. Kalau pas dan berlebih, siap-siaplah ditulis.

Pergunakan data atau berita yang sudah terjadi sesuai dengan kebutuhan tulisan itu. Misalnya soal-soal detail. Tak semua detail itu penting. Misalnya menyebutkan jarak sebuah desa di Aceh yang dijadikan wilayah penelitian DOM. ”Desa itu berjarak 15, 74 kilometer dari kota…..” Pembaca malah bisa keliru kalau membacanya cepat-cepat, lima belas kilometer atau seratus limapuluh tujuh kilometer atau tujuh belas kilometer. Sebut saja angka bulat, misalnya, sekitar lima belas kilometer atau lebih sedikit dari lima belas kilometer.

Tetapi untuk hal tertentu, katakanlah kolumnis olahraga, detail itu penting. Misalnya, pertandingan sepakbola. ”Gol terjadi pada menit ke 43”. Ini tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Menit ke 43 sangat penting artinya dibandingkan menit ke 30, misalnya. Atau tulisan begini: ”Pelari itu mencapai finish dengan waktu 10.51 detik.” Ini penting sekali bagi pembaca. Mereka akan marah kalau detail itu ternyata salah. Apakah pembaca bingung melihat angka-angka ini? Tidak, karena sebelum mereka membaca tulisan itu, mereka sudah punya persiapan apa tema tulisan itu.


Masalah Bahasa:

Bahasa Indonesia yang kita gunakan untuk menyusun artikel (baik opini maupun kolom) haruslah ”bahasa tulisan”. Yang dimaksudkan di sini adalah bukan bahasa lisan atau bahasa percakapan sehari-hari.

Namun, bahasa itu tetap komunikatif, mampu menghubungkan alam pikiran penulis dan pembaca secara lancar dan hemat kata. Agar dapat menyampaikan gagasan penulis tanpa cacat, kalimat yang disusun harus bebas dari kata-kata yang melelahkan dan kata-kata pemanis basa-basi yang biasa diucapkan orang dalam pidato yang menjemukan. Kata-kata itu bahkan sejauh mungkin harus kita hindari penggunaannya.

Selain menggunakan bahasa tulisan, juga perlu menggunakan bahasa teknis. Dan bahasa teknis menuntut penuturan yang ringkas. Dalam usaha menyusun kalimat ringkas ini, kita harus tetap ingat, jangan sampai mengorbankan kejelasan.Sebuah artikel dikatakan tidak lengkap dan tidak jelas, apabila ia tidak dapat menjawab pertangaan pembaca lebih lanjut, seperti pertanyaan: “Berapa”? (jumlah, ukuran, umur, hasil, suhu dan lain-lain). Artikel yang lengkap tidak akan membiarkan pembaca bertanya-tanya lagi, misalnya di mana letak Ciamis tempat pembunuhan dukun santet itu.Begitu pula deskripsi seseorang, kita jangan terlalu gampang menulis ”orang itu begitu cantik setelah mengenakan pakaian pengantin”. Cantik untuk ukuran orang lain bisa berbeda-beda, maka lebih baik deskripsikan ”kecantikan” itu. Misalnya, setelah mengenakan pakaian pengantin itu, sang gadis kelihatan lebih langsing, matanya lebih bersinar, lehernya lebih jenjang dan sebagainya. Namun, keterperincian itu tadi tetap jangan sampai terjebak pada hal-hal yang tidak perlu.Ketelitian menjadi hal penting, baik dalam penulisan kata, umur, nama orang, nama tempat dan alat, ejaan dan tanda baca. Jelas akan merosot nilai kolom itu itu, kalau ketelitian ini diabaikan begitu saja. Begitu pula masalah ejaan yang benar sebagaimana pedoman baku yang telah dikeluarkan Pusat Bahasa.

Di Majalah TEMPO misalnya kalau ada penulis artikel yang masih menulis kata “rubah, robah, merubah, merobah” langsung dicampakkan karena semestinya kata dasar itu “ubah”, jadi harus ditulis “perubahan, mengubah, diubah”. Ini contoh-contoh kecil yang perlu dicermati.Menulis kalimat, jangan terlalu berpanjang-panjang. Kalimat yang paling ideal itu adalah kalimat yang mencetuskan satu ide, satu gagasan. Kalimat yang lebih dari satu ide dan satu gagasan akan membuat kabur, lebih-lebih kalau penempatan kata penghubung dan koma dikacaukan. Misalnya kalimat ini: “Iwan, bapak seorang anak yang baru saja diwisuda sebagai insinyur….” tak jelas benar, siapa yang lulus insinyur itu, Iwan atau anaknya? Ini hanya karena penempatan koma. Kalau ditulis: “Iwan, bapak seorang anak, yang baru saja lulus insinyur…” yang lulus insinyur jelas Iwan, bukan anaknya. Atau: “Iwan, bapak dari seorang anak yang baru saja lulus insinyur, meninggal dunia…” yang lulus insinyur anaknya, yang meninggal bapaknya.Demikian beberapa hal tentang opini dan kolom. Jenis tulisan ini tak bisa diajarkan secara teori, karena memang tak ada teorinya. Tulisan ini menyangkut wawasan dan pengalaman. Semakin lama “jam terbang” seseorang semakin baik tulisannya. *sumber.

Memberi Ruh Cerita apad Jurnal/Berita (Elemen berita)


Diarsipkan di bawah: Materi Jurnalistik — manglufti @ 6:23 am 

Tags: berita, farid gaban, ruh

Tugas seorang penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan menjadi jelas bagi pembaca. Ketidakmampuan menekankan kejelasan adalah kegagalan seorang penulis. Dan karena informasi dan gagasan seringkali beku dan tanpa jiwa, menjadi tugas seorang penulis pula untuk mencairkan, mengemas, dan menyajikan informasi itu menjadi sajian penuh vitalitas (vogorous) serta elok (graceful) sehingga mampu menggaet dan memelihara minat pembaca untuk menyerap seluruh informasi yang disampaikan.

ELEMEN KEJELASAN

Singkat
Tulisan yang jelas umumnya bukan tulisan yang panjang lebar, melainkan justru ringkas dan terfokus. Ingat Hemingway? ”Less is more!”

Tulisan yang ringkas memberi kesan tangkas dan penuh vitalitas. Tanpa kata mubazir dalam kalimatnya dan tanpa kalimat mubazir dalam alenianya. Tulisan yang ringkas tak ubahnya seperti lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang tak berfungsi). Tulisan yang jelas dimulai dari pembuatan kalimat yang sederhana, ringkas dan tepat makna. Kuncinya: baca laporan dan amati sesuatu sejelas-jelasnya kemudian ceritakan kembali secara sederhana. Dan pilihlah satu angle:
1. Dengan cermat memilih angle cerita sehingga penulis dengan mudah bisa mengelola bahan yang diperlukan untuk mengutarakan cerita itu.
2. Pegang teguhlah angle cerita itu dengan menghapuskan bagian yang tidak berhubungan langsung dengan angle-nya atau pun tidak membantu mencapai sasaran.

Langsung, Tepat Sasaran
Tulislah ringkas menuju pengertian yang dimaksud. Pilih kata/kalimat yang spesifik untuk mewakili pengertian yang mengena (tanpa memberi peluang pada banyak interpretasi). Meluruskan apa saja yang berliku-liku. Menggergaji yang bergerigi. Berperang melawan kekaburan dan segala sesuatu yang mendua. Statemen yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis.

Organisasi
Mulailah sebuah tulisan secara kuat, untuk memikat pembaca memasukinya. (Lihat bagian lain tentang lead). Jika mungkin, gunakan gaya bahasa naratif — gaya seorang pendongeng yang piawai — sebagai pendekatan dasar. Selesai menuliskan sebuah paragraf, pikirkan apa yang pembaca ingin ketahui pada alinea berikutnya; dan buatlah transisi serta keterkaitan antar alenia secara mulus. Cobalah untuk selalu menjaga konsistensi tema dalam keseluruhan cerita. Dan seperti dibuka dengan kuat, tutup juga cerita dengan tegas, tanpa membiarkan kejanggalan dan ending yang melambai.

Spesifik
Bagian-bagian yang rumit pecahlah dalam serpihan yang mudah dicerna. Gunakan contoh: seorang untuk mewakili kelompoknya. Dengan memberikan pengkhususan, seringkali juga menghadirkan suasana dramatis dan hidup. (”Kematian 10.000 orang adalah statistik, tapi kematian satu orang adalah tragedi,” kata Joseph Stalin).

Paralel
Jika Anda menulis sebuah topik yang padat, gambarkan melalui ungkapan yang mudah dipahami pembaca. Strategi militer misalnya dapat diterangkan melalui formasi pertandingan olahraga, rencana keuangan perusahaan dapat digambarkan melalui rencana anggaran keluarga.

APA ITU RUH CERITA?

Manusia
Setiap fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan seperti manusia hanya akan berakhir nasibnya di keranjang sampah. Begitu pula dengan tulisan. Pembaca suka membaca tentang manusia lainnya. Mereka kurang berminat pada isu dan gagasan ketimbang pada pribadi-pribadi. Jika kita bisa menampilkan sebuah wajah pada kisah rumit yang jarang diikuti pembaca, mereka akan terpikat membacanya dan memperoleh informasi.

Tempat
Pembaca menyukai sense of place. Kita bisa membuat tulisan lebih hidup jika kita bisa menyusupkan sense of place yang kuat. Misalnya: seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan itu, bagaimana suasana di balik panggung pertunjukan?

Indera
Kita harus berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat, dan juga — dalam kontek yang tepat — membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui dan mengalami.

Irama
Tulisan yang monoton bisa dibantu dengan perubahan irama di dalam teks. Anekdot, kutipan, sebuah dialog pendek atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di aman pembaca bisa terikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup.

Warna dan Mood
Kamera televisi dapat menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Penulis tidak dapat menyajikan pemandangan dengan mudah, sehingga mereka harus berusaha keras untuk melukis dalam pikiran pembaca. Warna meliputi: citarasa, suara, bau, sentuhan dan rasa. Dan tentu saja sesuatu yang dapat dilihat: gerakan usapan, detil pakaian, rupa, perasaan. Warna bukan hanya sekedar kata sifat tetapi merupakan totalitas dari sebuah pemandangan. Dalam menggambarkan warna, berarti Anda juga menceritakan tentang suasana (mood). Bahagia? Penuh emosi dan ketegangan? Sering hal semacam ini memberikan ketajaman perasaan terhadap cerita ketimbang bagian lain yang Anda tulis.

Anekdot
Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alenia — ”cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi — narasi, karakterisasi, dialog, suasana — untuk mengajak pembaca melihat cerita secara on the spot. Anekdot sering dipandang sebagai ”permata” dalam cerita. Penulis yang piawai akan menaburkan permata itu di seluruh bagian cerita, bukan mengonggokkannya di satu tempat.

Humor
Humor adalah bentuk ekspresi yang paling personal. Berilah pembaca sebuah senyuman, dan mereka akan menjadi sahabat Anda sepanjang hari. Dan buatlah mereka menanti tulisan Anda esok harinya. Tapi hati-hati dengan humor yang tak bercita-rasa.

Panjang-pendek
Makin pendek cerita makin baik. Kisah akan lebih hidup jika awalnya berdekatan dengan akhir (klimaks), sedekat mungkin. Alenia dan kalimat harus bervariasi dalam panjang. Letakkan kalimat dan alenia pendek pada titik kejelasan terpekat atau tekanan terbesar.

Kutipan
Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan sesuatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendengar suara lain selain penuturan si penulis.

Dialog
Perangkat ini jarang digunakan dalam koran atau majalah berita. Tapi, bisa menjadi wahana yang efektif untuk menghidupkan cerita. Dalam meliput sebuah sidang pengadilan, misalnya, atau mendiskusikan permainan dengan para atlet olahraga tertentu, kita bisa menghidupkan cerita dengan membiarkan pembaca mendengarkan para partisipan berbicara satu sama lain.

Sudut Pandang
Kita bisa membuat sebuah cerita biasa menjadi hidup dengan mengubah sudut pandang. Cobalah untuk melihat inflasi misalnya, dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari harus mengatur anggaran keluarga.

Identifikasi
Sebuah tulisan akan lebih hidup jika pembaca merasa dilibatkan dalam cerita dan membuat mereka mengerti mengapa sebuah masalah bermanfaat untuk mereka ketahui. Secara insidental, pembaca paling mudah mengidentifikasikan diri jika cerita ditulis dalam bentuk orang ketiga — cara kebanyakan fiksi ditulis.

Bertutur
Tulisan yang hidup memiliki irama dan nada berbincang yang baik. Memiliki suara. Kita bisa menghidupkan cerita yang membosankan dengan menulis sesuatu seperti kita sedang membicarakan sesuatu kepada seorang pembaca — dengan bahasa dan ungkapan keseharian yang kita pakai untuk berbicara.

Kata kerja
Kata kerja adalah mesin yang mendorong berjalannya sebuah cerita. Tulisan yang buruk bisa dihidupkan dengan mengaktifkan kata kerja pasif, menyederhanakan kata kerja kompleks, dan memperkuat kata kerja lembek. Kita harus senantiasa merasa gagal ketika menggunakan adverb atau kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. ”Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda,” kata pujangga Prancis Voltaire.

JANGAN PUNYA BELAS KASIHAN
Untuk menghindari berpanjang lebar, penulis harus mempersoalkan setiap bagian materi yang dipakai, sebelum dan sesudah tulisan dikerjakan. Lihat pada laporan yang dibuat reporter maupun bahan yang Anda kumpulkan sendiri. Periksa setiap potong informasi, untuk mengetahui apakah itu cukup relevan, cukup punya hubungan yang jelas, dengan pokok persoalan. Bila tidak relevan atau tidak membantu Anda mencapai sasaran pokok, yaitu bercerita secara efektif, singkirkan atau coret saja, sehingga nanti tidak akan mengganggu. Jangan punya belas kasihan: bila materi tidak relevan, buang!

Setelah Anda menulis, perhatikan setiap blok materi yang Anda pakai. Apakah masih ada hubungan yang jelas dengan fokus cerita? Kalaupun relevan, apakah ia menambahkan sesuatu yang berharga dalam usaha Anda bercerita? Bila tidak, erase saja karena hal itu hanya akan mengurangi efektifitas penulisan Anda.

TULISAN DESKRIPTIF VS TELEVISI
Dalam beberapa hal, televisi menang terhadap media cetak karena ia bisa menggambarkan bentuk fisik orang atau sesuatu barang dengan jelas di layar kaca. Pirsawan bisa menangkap dan menilai tokoh di TV, sedangkan pembaca koran harus mempunyai gambaran dari kata-kata yang tercetak (atau lewat potret kalau ada), yang bisa menunjukkan tokoh dalam cerita.

Tapi, dalam beberapa hal, penulis yang baik bisa mengubah kelemahan media cetak ini menjadi kemenangan. Yakni, dengan penulisan deskriptif. Gambaran yang ditangkap kamera hanya dangkal dan satu dimensi. Kelemahan TV adalah bahwa ia sangat terikat waktu yang sangat berharga, sehingga reporter TV jarang bisa memperoleh gambaran yang mendalam. Dan kalaupun waktu cukup tersedia untuk film dokumenter, katakanlah 1/2 jam, kehadiran kamera TV akan mengurangi suasana yang wajar dan realistis.

Kamera TV bisa menangkap gambaran yang baik pada feature yang menampilkan wajah orang, tapi penulis yang trampil bisa membuat feature lebih menarik dan memberikan gambaran sesungguhnya tentang tokoh masyarakat pada saat ia tidak disorot lampu TV. Yang lebih penting, penulis feature bisa memberikan gambaran tentang tabiat, gaya, lewat pengamatan yang terlatih baik, dan menekankan karakteristik orang, yang menyebabkan kita memperoleh pandangan ke dalam watak dan personalitas tokohnya.

Penulis feature tidak hanya memberikan pembacanya gambaran satu dimensi, tapi keseluruhan personalitas dan juga citra seseorang tokoh. Atau, bila menyangkut ”barang”, misalnya gambaran setelah ada musibah atau massa yang bersuka-ria, penulis bisa menampilkan mood (suasana).

by: Farid Gaban

Dasar Jurnalistik (Pengertian Jurnalistik, Ciri-ciri, Unsur Utama)

Dasar-dasar Jurnalistik

Oleh: Kristina Dwi Lestari

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Apa Itu Jurnalistik?

Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.

a. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

b. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

c. Berubah

Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.

d. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

e. Peran Pers

Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

Berita

Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata “berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. “News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”, “west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news” yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Nilai Berita

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.

1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.

2. Aktual: terbaru, belum “basi”.

3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.

4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.

5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”, malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:

1. sesuatu yang unik,

2. sesuatu yang luar biasa,

3. sesuatu yang langka,

4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,

5. menyangkut keinginan publik,

6. yang tersembunyi,

7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,

8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,

9. pemikiran dari tokoh penting,

10. komentar/ucapan dari tokoh penting,

11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan

12. hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Judul atau kepala berita (headline).

2. Baris tanggal (dateline).

3. Teras berita (lead atau intro).

4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

1. Who – siapa yang terlibat di dalamnya?

2. What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?

3. Where – di mana terjadinya peristiwa itu?

4. Why – mengapa peristiwa itu terjadi?

5. When – kapan terjadinya?

6. How – bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.

Sumber Berita

Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.

2. Proses wawancara.

3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.

4. Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

Sumber bacaan:

Budiman, Kris. 2005. “Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik — Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.

Ishwara, Luwi. 2005. “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Putra, R. Masri Sareb. 2006. “Teknik Menulis Berita dan Feature”. Jakarta: Indeks.

Tips Trik Teknik Wawancara Interview Orang/ Narasumber



Teknik Wawancara

Interview atau wawancara adalah salah satu cara mendapatkan informasi bahan berita. Biasanya dilakukan oleh satu atau dua orang wartawan dengan seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sumber berita. Lazimnya dilakukan atas permintaan atau keinginan wartawan yang bersangkutan. Berbeda dengan Jumpa pers atau konverensi pers yang dilaksanakan atas kehendak sumber berita.

Beberapa Bentuk Wawancara :

1. News interview atau wawancara berita. Yaitu wawancara untuk bahan berita. Yang ingin diperoleh wartawan dalam wawancara ini bisa jadi sekedar tanggapan atau konfirmasi seorang ilmuwan, pejabat dan sebagainya tentang sesuatu yang berkaitan dengan berita yang akan atau telah ditulis.

Berapa catatan untuk News interview:
a.Jangan mengajukan pertanyaan secara umum. Buatlah pertanyaan khusus, terarah
yang bersifat “menggali” untuk menghindari kesalahpahaman dan mendapatkan
jawaban yang khusus, terinci langsung ke inti masalah.

b.Wartawan pewawancara jangan terlalu banyak bicara. Berbicaralah sekedar menjaga
suasana pembicaraan jangan menjadi kaku. Atau untuk menghindari orang yang
diwawancarai keluar fokus pada angle yang diinginkan atau berbicara melebar ke
mana-mana sehingga waktu terbuang percuma.

c.Wartawan pewawancara juga jangan berbicara di luar angle persoalan yang ditanya-
kan. Jangan menyertakan perasaan tidak senang yang bisa membuat orang yang
diwawancarai tersinggung.

Sebaliknya, sering pula terjadi, sumber berita kadang berbicara menyakiti hati, bahkan
ada yang menggertak wartawan atau mengalihkan pembicaraan sehingga perhatian
wartawan bergser ke soal ain. Jika hal itu terjadi, wartawan harus mampu mengenda-
likan diri dan berusaha dengan cara baik dan sopan untuk kembali ke pokok
pembicaraan.

d.Bersikaplah sopan terhadap orang yang lebih tua. Biasanya orang yang telah lanjut
usia, apalagi pernah populer, sering minta dipotret. Kadang, saat dipotret, orang lain
juga nimbrung minta difoto bersama. Karena itu layani dengan baik dan upayakan
secerdik mungkin sehingga bisa men dapatkan foto diri sang tokoh.

e.Dalam wawancara model ini orang yang diwawancarai kadang tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya alias palsu. Ini resiko mewawancarai orang yang
berksempatan mempersiapkan diri sebelum diwawancarai. Atau sebaliknya, karena tak
punya persiapan, tak menguasai atau kurang perhatian dan karena bukan ahli di
bidang yang ditanyakan wartawan. Biasanya orang yang sedang “ketakutan”, suka
memberikan informasi bohong.

Wartawan perlu berhati-hati menganalisa dan menyeleksi informasinya. Biasakan
mengecek kembali keterangan yang diberikan sumber itu atau mencari informasi yang
sebenarnya sehingga wartawan tidak terjebak menyiarkan informasi bohong.









2. Prepard question interview, wawancara yang pertanyaannya disiapkan terlebih dahulu. Artinya wartawan menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk sumbernya. Boleh jadi pertanyaan itu disampaikan langsung oleh wartawan atau ditinggalkan sehingga sumber berita bisa membaca dan menjawab sendiri pertanyaan tersebut. Cara itu disebut wawancara tertulis.

3. Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon. Lazim digunakan dalam keadaan mendesak. (Pada wawancara via telepon, wartawan tak menangkap suasana orang yang diwawancarai).

4. Personality interview atau wawancara pribadi. Seseorang, misalnya seorang tokoh penting didatangi secara khusus didatangi wartawan untuk mendapatkan pendapat atau informasi tentang sesuatu yang perlu dijelaskan secara panjang lebar.

Untuk wawancara model ini wartawan perlu mempersiapkan gambaran masalah dan butir pertanyaannya. Ini penting, untuk mendapatkan informasi dan pendapat yang diinginkan. Dan, dengan persiapan itu wartawan dapat mengendalikan pembicaraan sehingga tidak menyimpang ke mana-mana.

Disamping itu wartawan juga harus arif membaca gelagat sumbernya sehingga tidak memancing amarah atau sumbernya tiba-tiba menutup diri atau menghentikan pembicaraan.

5.Wawancara dengan banyak orang. Ini adalah wawancara yang dilakukan terhadap banyak orang. Tujuannya untuk mengetahui pendapat umum tentang sesuatu. Bisa jadi tempatnya di jalanan, di pasar atau di tempat umum lainnya. Pertanyaannya mungkin satu dua. Misalnya meminta pendapat orang tentang suatu peristiwa. Resikonya, besar kemungkinan orang yang diwawancarai tidak tahu sama sekali tentang apa yang ditanyakan. Bagi sumber begini wartawan haruslah memberi penjelasan sebelum bertanya.

6. Wawancara dadakan / mendesak.
Wawancara mendadak dilakukan wartawan, misalnya, secara kebetulan bertemu sebuah sumber penting yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang berkembang. Entah itu saat pesta atau di rumah sakit dan sebagainya. Persoalan yang ditanyakan boleh jadi teringat seketika.

Jika hasil wawancaranya memberikan informasi penting, terbaru, pertama kali atau sesuatu yang kontroversial dan layak siar maka wartawan dapat menulis hasil wawancaranya jadi berita menarik.

7. Group interview yaitu serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya. Wawancara model ini pada untung ruginya. Untungnya wartawan punya kesempatan berwawancara. Ruginya, jawaban atas pertanyaan khusus wartawan sebuah media akan didengar dan mungkin bisa jadi berita oleh wartawan lain.

Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan. Perilaku, penampilan dan sikap wartawan yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif.

Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan penguasaan permas-alahan dan informasi seputar materi yang menjadi topik pembicaraan oleh wartawan. Artinya wartawan harus menguasai persoalan yang ia tanyakan.

Kemudian wartawan juga harus mampu membaca kondisi dan situasi psikologis sumber wawancara. Ini penting supaya pembicaraan mengalir dan sumber wawancara bergairah mengemukakan pendapatnya.
Selanjutnya terserah anda.

http://lgsp.wordpress.com/2006/09/29/teknik-wawancara/OlehFachrul Rasyid HF

Sudi Kiranya Memberi Komentar ..