Teknik
Mem-framing Berita
1. Makna framing
Sesungguhnya framing
berita merupakan perpanjangan dari teori agenda setting, yaitu
semacam teknik yang dipakai wartawan untuk melahirkan wacana yang
akan ditangkap oleh khalayak. Secara praktis, framing bisa dilihat
dari cara wartawan memilih dan memilah bagian dari relaitas dan
menjadikannya bagian yang penting dari sebuah teks berita (Scheufele,
1999:107). Dengan kata lain, framing berita menyangkut seleksi
beberapa aspek dari realitas sosial dan menjadikannya menonjol dalam
sebuah berita, teriring harapan tertangkapnya wacana yang sedang
diinginkan wartawan.Secara teknis, tidak mungkin bukti bahwa seorang
wartawan untuk mem-framing seluruh bagian dari berita. Hanya bagian
dari kejadian-kejadian (happening) penting saja yang menjadi objek
framing wartawan. Tetapi, bagian-bagian kejadian (happening) penting
ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui
khalayak. Aspek lainnya adalah, peristiwa atau ide yang
diberitakan.
Kalai bisa, khalayak memang perlu mengetahui
teknik yang dipakai wartawan dalam mem-framing berita. Dengan
pengetahuan itu, mereka akan jadi kritis ketika memaknai berita.
Tetapi, bagi penulis berita, pengetahuan tentang teknik yang dipakai
dalam mem-framing berita merupakan satu keharusan. Teknik yang biasa
dipakai adalah: (i) defining problem, mendefinisikan masalah dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sering kali didasari oleh nilai-nilai
kultural yang berlaku umum; (ii) diagnosing causes, mendiagnosis akar
permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat
dalam permasalahan; (iii0 making judgement, memberikan penilaian
moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan; dan (iv)
suggesting remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan
perlakuan
tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi.
Setelah
itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa dipakai
dalam proses framing adalah: (i) struktur sintaksis, yaitu penonjolan
aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan penutup berita; (ii)
struktur skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang
memenuhi nilai berita; (iii) struktur tematis, yaitu menghadirkan ide
dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”, “karena”, dan
“karena itu”; dan (iv) struktur retoris, yaitu memaknai metafor,
contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci, dan konotasi
(depiction).
2. Manfaat framing
Apakah para wartawan
akan menangis bila khalayak tidak memaknai berita sesuai dengan
framing mereka? Jawaban pertanyaan ini sangat tergantung dari
penghayatan para wartawan terhadap tugas dan kewajiban mereka. Bagi
seorang wartawan yang sadar persis bahwa tugasnya adalah
mengidentifikasi persoalan yang ada dalam masyarakat dan berperan
serta menyelesaikan masalah tersebut lewat wacana yang dia ciptakan,
maka dia akan sedih bila khalayak tidak bersikap apa-apa setelah
membaca berita yang ditulisnya. Untuk mengantisipasi itulah dia tidak
hanya berhenti pada penulisan berita saja. Dia akan amati apa yang
terjadi pada khalayak setelah membaca berita yang ditulisnya.
Sebaliknya, bagi seorang wartawan yang hanya bekerja untuk mencari
penghidupan semata, tugasnya akan berhenti begitu dia selesai menulis
sebuah berita.
Bila diamati lebih dalam lagi, sebenarnya
framing terdiri dari atas dua jenis, yaitu framing media dan framing
individu. Framing media dilakukan oleh wartawan dan framing individu
dilakukan oleh khalayak. Mengenai yang terakhir ini, ia akan menjadi
dasar bagi khalayak untuk melakukan interpretasi selektif dari pesan
yang disampaikan berita. Bagi khalayak, posisi framing individu
merpakan kondisi mental dan cetusan ide yang membimbing individu
memproses informasi. Dari framing individu inilah khalayak menangkap
wacana yang disampaikan wartwan.
Kalau ada khalayak yang tidak
mem-framing berita sesuai dengan framing yang diharapkan wartawan,
itu sebenarnya di luar kemampuan wartawan. Kendati begitu, tidak ada
salahnya wartawan memahami kognisi sosial khalayak mengenai sebuah
isu. Dengan pemahaman itu, wartawan bisa mem-framing berita yang pada
gilirinnya bisa di-framing khalayak sesuai dengan harapan
wartawan.
Kenyataan di atas merupakan satu bukti bahwa framing
media yang dilakukan wartawan dipengaruhi oleh beberapa variabel.
Selain kognisi sosial, variabel lain yang mempengaruhi wartawan
mem-framing berita adalah ideologi dan struktur sosial. Karena itu,
bagaimana wartawan mem-framing berita menjadi variabel terikat
(dependent variable). Pada titik ini bisa disebut bahwa wartawan
tidak begitu saja mem-framing berita.
3. Pedoman framing
Bila
seorag wartawan ingin mem-framing berita, ia harus mengingat kaidah
jurnalistik yang paling elementer, seperti nilai berita, framing
berita, layak berita dan bias berita. Artinya, dia harus tetap
mematuhi semua kaidah itu dengan penahanan diri. Setelah mematuhi
kaidah itulah ia baru melakukan framing terhadap berita.
Ada
tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan.
Pertama, judul berita. Judul berita, sering kali di framing dengan
menggunakan metode emapti, yaitu menciptakan ”pribadi khayal”
dalam diri khalayak. Sebagai contoh, khalayak dianggapkaqn
menempatkan diri mereka seperti korban kerusakan lingkungan hidup
atau bagian dari satu masyarakat yang tidak bisa hidup dengan nyaman,
sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa. Berdasarkan
perasaan ini, mereka akan menjadi sangat ”keras” pada pelaku
kerusakan lingkungan hidup, baik yang berkaitan langsung dengan
kehidupan mereka maupun yang tidak langsung (sebagai manifestasi
berpikir global, bertindak lokal). Untuk itu, perlu dirumuskan judul
berita lingkungan hidup yang menceritakan kerusakan lingkungan hidup,
seperti Asap membawa puluhan korban, Hancurnya lingkungan hidup alam
di Rinjani, dan sebagainya.
Kedua, fokus berita. Fokus berita
biasanya diframing orang dengan metode asosiasi, yaitu
”menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita.
Sebagai contoh misalnya kebijakan yang dimaksud adalah pemeliharaan
lingkungan hidup yang sedang diusahakan berbagai pihak. Dengan
”menghubungkan” kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak
akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kerusakan lingkungan hidup
yang terjadi di berbagai daerah di seantero Indonesia, sekalipun
usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu,
wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan
kerusakan lingkungan hidup.
Fokus berita, dalam praktek
sehari-hari, adalah fakta yang menjawab pertanyaan what. Fakta inilah
yang kemudian ”digabungkan” dengan berbagai kebijakan yang sedang
dilakukan oleh berbagai pihak (terutama pemerintah), seperti tentang
pemakaian pestisida, arah industri, pemakaian pupuk, pemukiman
peladang berpindah serta perambah hutan, dan sebagainya.
Ketiga,
penutup berita. Penutup berita bisa di-framing dengan menggunakan
metode packing, yaitu menjadikan khlayak tidak berdaya untuk menolak
ajakan yang dikandung berita. Sebagai contoh, dalam berita lingkungan
hidup, apapun inti ajakan, khalayak menerima sepenuhnya. Sebab,
mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang
direkonstruksikan oleh berita seperti; (1) bagi orang yang pernah
datang ke Simalanggang 20 tahun lalu, daerah itu menjadi tempat yang
sangat nyaman untuk tinggal. Di samping lingkungan alamnya yang masih
hijau, airnya sangat jernih dan tanahnya sangat subur. Sayang,
sekarang Simalanggang sangat kotor: sampah menumpuk di berbagai pojok
dan tikus berkeliaran. Airsudah tidak bersih lagi. Kesuburan tanah
berkurang. Semua itu terjadi gara-gara pembangunan berbagai industri
yang tidak peduli dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Itulah
sebabnya izin semua industri di Simalanggang perlu ditinjau lagi; dan
(2) Ia melongo menyadari aliran sungai macet, tanah longsor di
beberapa tempat dan air mulai menggenangi pekarangan rumah penduduk.
Mulutnya tiba-tiba terkatup rapat. Ia tidak yakin bahwa ekosistem
hutan kawasan Gunung Singgalang telah rusak. Tetapi, itulah yang
terjadi.
Mendadak sontak ia merasa malu memiliki kampung di
kaki Gunung Singgalang. Ia lebih malu lagi pada diri orang tuanya.
Ternyata yang slema ini ia banggakan dan sayangi, sudah merusak
lingkungan lewat eksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang.
Jangan heran bila ia mendukung protes masyarakat terhadap perusahaan
milik orang tuanya yang memperoleh izin
mengeksploitasi hutan di
sekitar Gunung Singgalang tersebut.
Jika setiap hari pers
Indonesia membombardir khalayak dengan judul-judul berita lingkungan
hidup yang menggambarkan kerusakan lingkungan hidup, fokus berita
yang juga menunjukkan bahwa kebijakan tentang pemeliharaan fungsi
lingkungan hidup masih tidak terealisasikan dengan baik, serta
penutup berita yang mengajak khalayak untuk memerangi kerusakan
lingkungan hidup, lama-kelamaan akan muncul dorongan dalam diri
khalayak untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara fungsi lingkungan
hidup sehingga bisa diwariskan kepada generasi mendatang dalam
keadaan yang sama dengan sekarang atau bisa lebih baik lagi.
4.
Praktek framing
Tugas 3:
Identifikasilah: (i) ide
framing; (ii) bagian berita yang memperoleh framing; dan (iii)
perangkat framing yang terdapat dalam contoh berita yang disiarkan
Tempo, 21-27 Februari 2005 berikut:
Teknik
Mem-framing Berita
1. Makna framing
Sesungguhnya framing
berita merupakan perpanjangan dari teori agenda setting, yaitu
semacam teknik yang dipakai wartawan untuk melahirkan wacana yang
akan ditangkap oleh khalayak. Secara praktis, framing bisa dilihat
dari cara wartawan memilih dan memilah bagian dari relaitas dan
menjadikannya bagian yang penting dari sebuah teks berita (Scheufele,
1999:107). Dengan kata lain, framing berita menyangkut seleksi
beberapa aspek dari realitas sosial dan menjadikannya menonjol dalam
sebuah berita, teriring harapan tertangkapnya wacana yang sedang
diinginkan wartawan.Secara teknis, tidak mungkin bukti bahwa seorang
wartawan untuk mem-framing seluruh bagian dari berita. Hanya bagian
dari kejadian-kejadian (happening) penting saja yang menjadi objek
framing wartawan. Tetapi, bagian-bagian kejadian (happening) penting
ini sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui
khalayak. Aspek lainnya adalah, peristiwa atau ide yang
diberitakan.
Kalai bisa, khalayak memang perlu mengetahui
teknik yang dipakai wartawan dalam mem-framing berita. Dengan
pengetahuan itu, mereka akan jadi kritis ketika memaknai berita.
Tetapi, bagi penulis berita, pengetahuan tentang teknik yang dipakai
dalam mem-framing berita merupakan satu keharusan. Teknik yang biasa
dipakai adalah: (i) defining problem, mendefinisikan masalah dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sering kali didasari oleh nilai-nilai
kultural yang berlaku umum; (ii) diagnosing causes, mendiagnosis akar
permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat
dalam permasalahan; (iii0 making judgement, memberikan penilaian
moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan; dan (iv)
suggesting remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan
perlakuan
tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi.
Setelah
itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa dipakai
dalam proses framing adalah: (i) struktur sintaksis, yaitu penonjolan
aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan penutup berita; (ii)
struktur skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang
memenuhi nilai berita; (iii) struktur tematis, yaitu menghadirkan ide
dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”, “karena”, dan
“karena itu”; dan (iv) struktur retoris, yaitu memaknai metafor,
contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci, dan konotasi
(depiction).
2. Manfaat framing
Apakah para wartawan
akan menangis bila khalayak tidak memaknai berita sesuai dengan
framing mereka? Jawaban pertanyaan ini sangat tergantung dari
penghayatan para wartawan terhadap tugas dan kewajiban mereka. Bagi
seorang wartawan yang sadar persis bahwa tugasnya adalah
mengidentifikasi persoalan yang ada dalam masyarakat dan berperan
serta menyelesaikan masalah tersebut lewat wacana yang dia ciptakan,
maka dia akan sedih bila khalayak tidak bersikap apa-apa setelah
membaca berita yang ditulisnya. Untuk mengantisipasi itulah dia tidak
hanya berhenti pada penulisan berita saja. Dia akan amati apa yang
terjadi pada khalayak setelah membaca berita yang ditulisnya.
Sebaliknya, bagi seorang wartawan yang hanya bekerja untuk mencari
penghidupan semata, tugasnya akan berhenti begitu dia selesai menulis
sebuah berita.
Bila diamati lebih dalam lagi, sebenarnya
framing terdiri dari atas dua jenis, yaitu framing media dan framing
individu. Framing media dilakukan oleh wartawan dan framing individu
dilakukan oleh khalayak. Mengenai yang terakhir ini, ia akan menjadi
dasar bagi khalayak untuk melakukan interpretasi selektif dari pesan
yang disampaikan berita. Bagi khalayak, posisi framing individu
merpakan kondisi mental dan cetusan ide yang membimbing individu
memproses informasi. Dari framing individu inilah khalayak menangkap
wacana yang disampaikan wartwan.
Kalau ada khalayak yang tidak
mem-framing berita sesuai dengan framing yang diharapkan wartawan,
itu sebenarnya di luar kemampuan wartawan. Kendati begitu, tidak ada
salahnya wartawan memahami kognisi sosial khalayak mengenai sebuah
isu. Dengan pemahaman itu, wartawan bisa mem-framing berita yang pada
gilirinnya bisa di-framing khalayak sesuai dengan harapan
wartawan.
Kenyataan di atas merupakan satu bukti bahwa framing
media yang dilakukan wartawan dipengaruhi oleh beberapa variabel.
Selain kognisi sosial, variabel lain yang mempengaruhi wartawan
mem-framing berita adalah ideologi dan struktur sosial. Karena itu,
bagaimana wartawan mem-framing berita menjadi variabel terikat
(dependent variable). Pada titik ini bisa disebut bahwa wartawan
tidak begitu saja mem-framing berita.
3. Pedoman framing
Bila
seorag wartawan ingin mem-framing berita, ia harus mengingat kaidah
jurnalistik yang paling elementer, seperti nilai berita, framing
berita, layak berita dan bias berita. Artinya, dia harus tetap
mematuhi semua kaidah itu dengan penahanan diri. Setelah mematuhi
kaidah itulah ia baru melakukan framing terhadap berita.
Ada
tiga bagian berita yang bisa menjadi objek framing seorang wartawan.
Pertama, judul berita. Judul berita, sering kali di framing dengan
menggunakan metode emapti, yaitu menciptakan ”pribadi khayal”
dalam diri khalayak. Sebagai contoh, khalayak dianggapkaqn
menempatkan diri mereka seperti korban kerusakan lingkungan hidup
atau bagian dari satu masyarakat yang tidak bisa hidup dengan nyaman,
sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa. Berdasarkan
perasaan ini, mereka akan menjadi sangat ”keras” pada pelaku
kerusakan lingkungan hidup, baik yang berkaitan langsung dengan
kehidupan mereka maupun yang tidak langsung (sebagai manifestasi
berpikir global, bertindak lokal). Untuk itu, perlu dirumuskan judul
berita lingkungan hidup yang menceritakan kerusakan lingkungan hidup,
seperti Asap membawa puluhan korban, Hancurnya lingkungan hidup alam
di Rinjani, dan sebagainya.
Kedua, fokus berita. Fokus berita
biasanya diframing orang dengan metode asosiasi, yaitu
”menggabungkan” kebijakan yang aktual dengan fokus berita.
Sebagai contoh misalnya kebijakan yang dimaksud adalah pemeliharaan
lingkungan hidup yang sedang diusahakan berbagai pihak. Dengan
”menghubungkan” kebijakan tersebut dalam fokus berita, khalayak
akan memperoleh kesadaran bahwa masih ada kerusakan lingkungan hidup
yang terjadi di berbagai daerah di seantero Indonesia, sekalipun
usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu,
wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan
kerusakan lingkungan hidup.
Fokus berita, dalam praktek
sehari-hari, adalah fakta yang menjawab pertanyaan what. Fakta inilah
yang kemudian ”digabungkan” dengan berbagai kebijakan yang sedang
dilakukan oleh berbagai pihak (terutama pemerintah), seperti tentang
pemakaian pestisida, arah industri, pemakaian pupuk, pemukiman
peladang berpindah serta perambah hutan, dan sebagainya.
Ketiga,
penutup berita. Penutup berita bisa di-framing dengan menggunakan
metode packing, yaitu menjadikan khlayak tidak berdaya untuk menolak
ajakan yang dikandung berita. Sebagai contoh, dalam berita lingkungan
hidup, apapun inti ajakan, khalayak menerima sepenuhnya. Sebab,
mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang
direkonstruksikan oleh berita seperti; (1) bagi orang yang pernah
datang ke Simalanggang 20 tahun lalu, daerah itu menjadi tempat yang
sangat nyaman untuk tinggal. Di samping lingkungan alamnya yang masih
hijau, airnya sangat jernih dan tanahnya sangat subur. Sayang,
sekarang Simalanggang sangat kotor: sampah menumpuk di berbagai pojok
dan tikus berkeliaran. Airsudah tidak bersih lagi. Kesuburan tanah
berkurang. Semua itu terjadi gara-gara pembangunan berbagai industri
yang tidak peduli dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Itulah
sebabnya izin semua industri di Simalanggang perlu ditinjau lagi; dan
(2) Ia melongo menyadari aliran sungai macet, tanah longsor di
beberapa tempat dan air mulai menggenangi pekarangan rumah penduduk.
Mulutnya tiba-tiba terkatup rapat. Ia tidak yakin bahwa ekosistem
hutan kawasan Gunung Singgalang telah rusak. Tetapi, itulah yang
terjadi.
Mendadak sontak ia merasa malu memiliki kampung di
kaki Gunung Singgalang. Ia lebih malu lagi pada diri orang tuanya.
Ternyata yang slema ini ia banggakan dan sayangi, sudah merusak
lingkungan lewat eksploitasi hutan di sekitar Gunung Singgalang.
Jangan heran bila ia mendukung protes masyarakat terhadap perusahaan
milik orang tuanya yang memperoleh izin
mengeksploitasi hutan di
sekitar Gunung Singgalang tersebut.
Jika setiap hari pers
Indonesia membombardir khalayak dengan judul-judul berita lingkungan
hidup yang menggambarkan kerusakan lingkungan hidup, fokus berita
yang juga menunjukkan bahwa kebijakan tentang pemeliharaan fungsi
lingkungan hidup masih tidak terealisasikan dengan baik, serta
penutup berita yang mengajak khalayak untuk memerangi kerusakan
lingkungan hidup, lama-kelamaan akan muncul dorongan dalam diri
khalayak untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara fungsi lingkungan
hidup sehingga bisa diwariskan kepada generasi mendatang dalam
keadaan yang sama dengan sekarang atau bisa lebih baik lagi.
4.
Praktek framing
Tugas 3:
Identifikasilah: (i) ide
framing; (ii) bagian berita yang memperoleh framing; dan (iii)