oleh:
Satrio Arismunandar
Memilih Format Berita TV: Berita di media
televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan
format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor.
Faktor-faktor itu antara lain:Ketersediaan gambar. Jika gambar yang
dimiliki sangat terbatas, reporter sulit menulis naskah berita yang
panjang. Maka berita dibuat dalam format lebih singkat dan padat,
atau dibuat dalam format tanpa gambar sama sekali.Momen terjadinya
peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan.
Perkembangan terkini dari suatu peristiwa baru sampai ke producer,
ketika siaran berita sedang berlangsung. Sedangkan perkembangan itu
terlalu penting untuk diabaikan. Jika ditunda terlalu lama,
perkembangan terbaru pun menjadi basi, atau stasiun TV lain
(kompetitor) akan menayangkannya terlebih dahulu.
Format-format
berita itu antara lain:
Reader. Ini adalah format berita TV
yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter.
Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini
dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat
deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.
Bisa juga,
karena perkembangan peristiwa baru sampai ke tangan redaksi, ketika
siaran berita sedang berlangsung. Maka perkembangan terbaru ini pun
disisipkan di tengah program siaran. Beritanya dapat berhubungan atau
tidak berhubungan dengan berita yang sedang ditayangkan. Reader
biasanya sangat singkat. Durasi maksimalnya 30 detik.
Voice
Over (VO).Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan
tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter
membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi
narasi.
Natsound (natural sound, suara lingkungan) yang
terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound
tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang
diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus
melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi
yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO durasinya
sangat singkat (20-30 detik).
Voice Over – Grafik. VO-Grafik
adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan
oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh
berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau
tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang
diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar
peliputan yang bisa ditayangkan.
Sound on Tape (SOT).Sound on
Tape (SOT) adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan
soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita,
kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).
Format
berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting
ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi. Pernyataan yang
dipilih untuk SOT sebaiknya yang amat penting atau dramatis, bukan
yang datar-datar saja. Format SOT ini bisa bersifat sebagai pelengkap
dari berita yang baru saja ditayangkan sebelumnya, atau bisa juga
berdiri sendiri. Durasi SOT disesuaikan dengan kebutuhan, tapi
biasanya maksimal satu menit.
Voice Over – Sound on Tape
(VO-SOT). VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over
(VO) dan sound on tape (SOT). Leadin dan isi tubuh berita dibacakan
presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber
sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format
VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang
dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan
untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan
tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20
detik untuk soundbite.
Package (PKG). Package adalah format
berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter,
tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu
presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi
satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite,
dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan
narasi.
Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah
lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis. Kalau
dirasa penting, reporter dapat muncul dalam paket berita tersebut
(stand up) pada awal atau akhir berita. Durasi maksimal total sekitar
2 menit 30 detik.
Live on Cam. Live on Cam adalah format
berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi
peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan,
presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil
reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara
lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.
Karena
siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak
semua berita perlu disiarkan secara langsung. Format ini dipilih jika
nilai beritanya amat penting, luar biasa, dan peristiwanya masih
berlangsung. Jika peristiwanya sudah berlangsung, perlu ada
bukti-bukti yang ditunjukkan langsung kepada pemirsa. Durasinya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Live on Tape (LOT).Live on Tape
adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat
kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan
menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru
dilakukan kemudian.
Format berita ini dipilih untuk
menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran
tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan
biaya. Meski siarannya ditunda, aktualitas tetap harus terjaga.
Durasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya lebih
singkat dari format Live on Cam.
Live by Phone. Live by Phone
adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat
peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita
dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di
lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta
lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika
tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.
Phone
Record.Phone Record adalah format berita TV yang direkam secara
langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan
secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live
by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang
digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada
gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.
Visual
News. Visual News adalah format berita TV yang hanya menayangkan
(rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup
membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan
narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika
gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya:
suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan
sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini:
menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.
Vox
Pop. Vox pop (dari bahasa Latin, vox populi) berarti “suara
rakyat.” Vox pop bukanlah format berita, namun biasa digunakan
untuk melengkapi format berita yang ada. Isinya biasanya adalah
komentar atau opini dari masyarakat tentang suatu isyu tertentu.
Misalnya, apakah mereka setuju jika pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM).
Jumlah narasumber yang diwawancarai
sekitar 4-5 orang, dan diusahakan mewakili berbagai kalangan (tua,
muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, dan sebagainya). Durasi vox
pop sebaiknya singkat saja dan langsung menjawab pertanyaan yang
diajukan.
Struktur Penulisan Berita TV:
Ada perbedaan
besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga)
dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang
baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup).
Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.
Awal
(pembuka). Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau
titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal
dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari
berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan
pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan
disampaikan.
Pertengahan. Karena semua rincian cerita tak bisa
dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian
pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan
menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan
pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri
pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.
Akhir
(penutup). Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah
dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi
pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan
terjadi.
Rumus 5 C untuk Penulisan Berita di Media
TV:
Conversational:
Ketika menulis naskah berita untuk
media televisi, kita menulis untuk didengar. Ingat, televisi adalah
media audio-visual, bukan media cetak. Pemirsa kita melihat
(gambar/visual) dan mendengar (suara/audio), bukan membaca naskah
berita seperti membaca koran.
Kelemahan media televisi adalah
berita yang ditayangkan di layar televisi umumnya hanya muncul satu
kali. Jika pemirsa tidak bisa menangkap isi berita pada tayangan
pertama, ia tak punya peluang untuk minta diulang. Kecuali mungkin
untuk berita yang dianggap sangat penting, sehingga dari waktu ke
waktu selalu diulang dan perkembangannya di-update oleh stasiun TV
bersangkutan.
Keterbatasan tersebut berlaku untuk media TV
konvensional. Namun, saat ini sudah muncul jenis media TV yang tidak
konvensional. Sekarang di sejumlah negara maju sudah mulai
diperkenalkan IPTV (internet protocol television), yang bersifat
interaktif. Pemirsa yang berminat bisa mengulang bagian dari tayangan
TV yang ia inginkan, tentunya dengan membayar biaya tertentu.
Namun,
IPTV mensyaratkan adanya infrastruktur telekomunikasi pita lebar yang
canggih dan mahal, yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Dalam
dua atau tiga tahun ke depan (katakanlah sampai tahun 2010),
tampaknya infrastruktur semacam ini juga belum siap untuk mewujudkan
kehadiran IPTV di Indonesia. Jadi, dalam pembahasan teknik penulisan
naskah berita, kita mengasumsikan, media televisi di Indonesia sampai
tahun 2010 masih akan bersifat konvensional.
Untuk media
televisi yang konvensional, sebuah tayangan berita tidak bisa disimak
dan dibaca berulang-ulang seperti kita membaca koran. Pemirsa hanya
punya satu kesempatan untuk menangkap isi berita Anda. Oleh karena
itu, berita di TV dibuat dengan gaya bahasa bertutur, seperti
percakapan sehari-hari, karena ini adalah gaya bahasa yang paling
akrab dan biasa didengar orang. Tulislah naskah berita seperti gaya
orang berbicara.
Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, kita
amat jarang menggunakan kalimat yang berpanjang-panjang, atau
memiliki anak-anak kalimat. Namun, meskipun berita di TV menggunakan
gaya bahasa bertutur, tata bahasanya tetap harus
benar.
Clear:
Batasi kalimat untuk satu gagasan saja.
Hal ini akan memudahkan para pendengar untuk menangkap dan memahami
isi berita. Jangan menggunakan bahasa jargon atau slang, yang hanya
dikenal kalangan tertentu. Hindari susunan kalimat yang
rumit.
Atribusi untuk narasumber disampaikan lebih dulu
sebelum pernyataannya, dan bukan sebaliknya. Hal ini untuk
menghindarkan kebingungan di pihak pemirsa, dalam membedakan mana
narasi dari si reporter dan mana opini dari si narasumber. Ini
bertolak belakang dengan praktik yang biasa dilakukan di media
cetak.
Jangan menggunakan terlalu banyak angka. Penyebutan
angka-angka sulit ditangkap oleh pemirsa ketika mendengarkan berita.
Buatlah angka itu mudah dimengerti. Jangan menempatkan angka di awal
kalimat, karena bisa membingungkan.
Concise:
Gunakan
kalimat-kalimat yang bersifat pernyataan (deklaratif).
Tulislah
kalimat-kalimat yang pendek. Menurut hasil riset, kalimat pendek
lebih mudah dipahami dan lebih kuat, ketimbang kalimat-kalimat
panjang. Sebetulnya tidak ada aturan wajib tentang panjang kalimat
yang dibolehkan. Namun, cobalah membatasi agar setiap kalimat yang
Anda tulis tidak lebih dari 20 kata.
Compelling:
Tulislah
dalam bentuk kalimat aktif. Para penulis berita menggunakan kalimat
aktif karena lebih kuat dan lebih menarik. Selain itu, kalimat aktif
juga lebih pendek daripada kalimat pasif.
Cliché free:
Kalimat
atau pernyataan klise adalah pernyataan yang sudah terlalu sering
digunakan di media. Pernyataan klise mungkin tidak akurat dan salah
arah, namun harus diakui, banyak reporter merasa sulit menghindari
pernyataan klise seperti ini.
Contoh kalimat klise untuk
penutup berita: “Kasus itu masih dalam penyelidikan.” Kalimat
klise seperti ini bisa dibilang tidak memberi informasi tambahan
apapun kepada pemirsa.
Maka, kalimat klise ini sebaiknya
diganti dengan yang lebih informatif. Misalnya: “Polisi sampai hari
ini masih belum mengetahui penyebab kecelakaan. Polisi mengharapkan,
hasil penyidikan akan dapat diungkapkan hari Jumat besok. Reportase
Trans TV akan melaporkan perkembangan ini besok untuk
Anda.”
Aturan-aturan Dasar:
Ada aturan-aturan dasar
tertentu dalam penulisan berita untuk media televisi. Aturan ini
bertujuan untuk membuat isi berita tersebut lebih mudah dipahami oleh
pemirsa. Aturan ini juga akan membantu dan memudahkan presenter atau
reporter di lapangan untuk membacakan berita tanpa kesalahan.
Angka.
Dalam penulisan angka, sebutkan jelas angka dari “satu” sampai
“sebelas”. Lebih dari “sebelas”, ditulis dalam bentuk angka:
12, 14, 25, dan seterusnya.
Untuk uang senilai Rp 145.325,50
tulis saja “seratus empat puluh lima ribu rupiah” atau “145
ribu rupiah.”
Untuk menyebut tahun, sebut apa adanya, karena
presenter akan dengan cepat memahami angka tahun. Misalnya: 1998,
2007, dan seterusnya.
Singkatan dan akronim. Tuliskan dengan
jelas singkatan sebagaimana Anda ingin mendengarnya on air. Misalnya:
ITB ditulis “I-T-B.”
Jika suatu akronim sudah cukup
dikenal, biarkan seperti apa adanya di naskah. Misalnya: NATO, OPEC,
BAKIN, dan sebagainya.
Namun, jika si reporter ragu pemirsa
akan memahami singkatan atau akronim itu, gunakan saja kepanjangan
lengkapnya. Hal itu lebih aman dan menghindarkan presenter dari
kemungkinan membuat kekeliruan.
Punctuation. Jangan gunakan
punctuation dalam penulisan berita. Juga colon dan semicolon. Koma
juga jarang digunakan dalam naskah untuk menandai jeda atau perubahan
pemikiran. Presenter lebih suka menggunakan tiga titik (“…”)
untuk menandai jeda, karena lebih mudah dibaca di alat
TelePrompTer.
Nama. Selalu gunakan nama dan gelar secara
sederhana dan bertutur. Jika Anda harus mengidentifikasi seseorang
dengan gelarnya, tuliskan gelar itu di depan nama mereka, seperti
ketika kita memberi atribusi. Kita bisa menambahkan informasi
identifikasi lain, sesudah menyebut nama.
Spelling. Salah
menyebut kata atau salah mengeja bisa terjadi pada presenter. Itulah
sebabnya, sebelum tampil di layar TV, mereka memang sebaiknya membaca
dulu naskah beritanya. Namun, sering hal ini tak dilakukan karena
berbagai sebab. Entah karena sekadar malas, atau berita memang
ditulis dadakan. Untuk menghindari kekeliruan, reporter yang menulis
berita perlu memberitahu presenter, tentang cara mengucapkan nama
atau istilah tertentu yang tidak biasa.
Grammar/Tata bahasa.
Tata bahasa yang buruk bisa berdampak jelek pada penampilan
presenter. Maka, periksalah sekali lagi naskah berita, untuk
menghindari tata bahasa yang buruk, sebelum naskah itu diserahkan ke
presenter.
Lead yang menjual:
Setiap berita harus
dimulai dengan kalimat lead yang kuat. Lead yang paling efektif
biasanya mengacu ke beberapa aspek dari berita, yang dianggap penting
atau menarik bagi pemirsa. Aspek ini kita namai “hook.” Kenali
aspek dalam berita itu yang akan memancing perhatian pemirsa dan
gunakanlah pada kalimat lead. Lead semacam itu akan memelihara
tingkat perhatian dari pemirsa TV.
Referensi:
•1.
Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
•2. Harahap, Arifin S.
2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita.
Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.
•3. Ishadi SK. 1999.
Prospek Bisnis Informasi di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
•4. Ishadi S. 1999. Dunia Penyiaran: Prospek dan
Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
•5.
Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news
Producing – 2nd edition. Washington: Radio-Television News
Directors Association.
•6. Wahyuni, Hermin Indah. 2000.
Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik
Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. *.