Sabtu, 01 Desember 2012

Perangkat Framing yang Terdapat dalam contoh Berita yang Disiarkan

Tempo,  21-27 Februari 2005 berikut:

SKENARIO YANG BERUBAH
Presiden melantik para Kepala Staf Angkatan yang baru.
Peluang Ryamizard menjadi Panglima TNI semakin kecil.

Pengucapan sumpah jabatan itu baru saja usai. Presiden Susilo Bambang Yudhono pun sedang menyalami para Kepala Staf Angkatan baru. Namun, Jendral Ryamizard Ryacudu seolah tak sabar. Dari barisan di sisi kiri ruangan Istana Negara ia bergegas melangkah menyalami presiden, dan berbicara sejenak. Cuma sebentar. Setelah itu, Yudhoyono menyalami undangan yang lain.

Usai acara, Ryamizard mengaku melaporkan rencana keberangkatannya ke Aceh. ”Teruskan dulu ke Aceh”, katanya, mengutip tanggapan presiden. Sang jendral ingin meneruskan program Tentara Masuk Desa (TMD), yang beberapa waktu lalu dimulainya. ”Saya tak ingin meninggalkan pekerjaan rumah”, ujarnya.

Jumat pagi itu, Ryamizard memang jadi bagian perhatian. Sebelum acara, beberapa kali ia mencoba bercanda dengan Panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto, Laksamana Bernard Kent Sondakh, dan Marsekal Chappy Hakim. Tapi, sejurus kemudian ia terdiam. Pergantian Kepala Staf Angkatan diumumkan Kamis pekan lalu. Kursi KSAD yang diduduki Ryamizard kini diserahkan kepada Letnan Jendral Djoko Santoso. KSAL Laksamana Bernard Kent Sondakh digantikan Laksamana Madya Slamet Soebijanto, dan KSAU Marsekal Chappy Hakim digantikan Marsekal Madya Djoko Suyanto. ”Pengajuannya mulus, tak ada perdebatan segala macam”, kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin.

Penunjukkan Djoko Santoso sebenarnya tak mengejutkan. Sejak akhir tahun lalu namanya sudah ”tayang” di bursa calon KSAD. Ia dianggap lebih unggul, terutama dari sisi kinerja dan usia, dibandingkan tiga calon lain: Pangkostrad Letjen Hadi Waluyo, Inspektur Jendral TNI AD Letjen Djaja Soeparman, dan Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD Letjen Cornel Simbolon. Djoko dinilai punya kans lebih besar. ”Dia cukup dekat dengan Presiden”. Kata pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, Kusnanto Anggoro. Lulusan Akabri Darat 1975 itu pernah menjadi Wakil Asisten Sosial Politik semasa Yudhoyono menjadi Kepala Staf Sosial Politik maupun Kepala Staf Teritorial TNI.

Naiknya Slamet Soebijanto pun dianggap wajat. Putra Mojokerto, Jawa Timur, itu dikenal sebagai perwira karier yang matang di laut. Beberapa kali ia menjadi komandan kapal perang, dan terakhir jadi Panglima Komando Armada Timur sebelum menjabat Wakil Gubernur Lemhanas. Meski berbeda jurusan, di tingkat satu mereka sama-sama dididik di Magelang. Cerita Djoko Suyanto mungkin agak beda. Selama ini publik hanya mengetahui dua perwira tinggi berbintang tiga yang diajukan TNI AU kepada Presiden, yakni Wakil KSAU Marsdya Herman Prayitno dan Kepala Staf Umum TNI Laksda Wartoyo. Tapi karena kedua opsir itu hampir pensiun, Asisten Operasi KSAU yang masih berbintang dua ini dinaikkan pangkatnya satu jam sebelum pengumuman mutasi. Marsekal Muda paling senior di TNI AU ini pun kawan seangkatan Presiden Yudhoyono di Akabri 1973.

Meski teka-teki pergantian kepala-kepala staf telah terkuak, masih tersisa pertanyaan di sekitar calon-calon kepala staf pada 7 Februari lalu, Sutarto kembali mengajukan usul pergantian jabatan Panglima TNI kepada Presiden Yudhoyono. ”Isinya persis seperti yang pernah tiga kali diajukannya kepada Presiden Megawati Soekarnoputri dulu”, kata Sjafrie.

Soal pergantian jabatan Panglima tni sebenarnya sudah diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI. Menurut aturan itu, calon Panglima TNI adalah perwira-perwira tinggi yang masih menjabat maupun mantan Kepala Stafd Angkatan. Jadi selain para kepala staf yang baru, Ryamizard masih punya peluang untuk menduduki kursi ””Cilangkap 1”.”Chappy dan Kent tak punya peluang karena mereka berdua sudah
diperpanjang masa jabatannya. ”Pak Ryamizard belum masuk usia pensiun”,
kata Sutarto. Tahun lalu sebtulnya sempat tersiar kabar bahwa Kent akan menggantikan Sutarto. Namun, setelah Sutorto tiga kali mengajukan permintaan pergantian posisi Panglima TNI, akhirnya Presiden Megawati Soekarnoputri malah mengajukan nama Ryamizard ke DPR. Proses pembahasannya di DPR tertunda karena surat itu diajukan sebelum Mega turun.

Dua bulan lalu, Yudhoyono mangaku tak ada masalah dengan Ryamizard berkaitan dengan penarikan surat Mega ke DPR. Tapi, skenario Istana tampaknya telah berubah. ”Tarto akan dipertahankan sampai beberapa bulan, ekmudian nanti Djoko Santoso yang naik menggantikannya”, kata seorang perwira tinggi. Jika itu terjadi, Ryamizard hanya menanti masa pensiun, 21 April nanti.

Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi pun telah mengungkapkan secara tersirat ketika ditanya tentang nama-nama calon Panglima TNI yang akan diajukan Presiden ke DPR. ”Yang jelas, sebelum ada pergantian, Panglima TNI tetap dijabat Jendral Endriartono Sutarto”, katanya. Adapun calon yang akan diajukan ke DPR, menurut Sudi, akan dilihat dari kinerja tiga kepala staf yang baru.

Anggota DPR dari komisi Pertahanan, Djoko Susilo, menyarankan Yudhoyono tetap mengajukan Ryamizard Ryacudu sebagai calon Panglima TNI utnuk menjabat selama setahun. Hal ini sekaligus untuk membuktikan bahwa sebenarnya tidak ada masalah di antara mereka. ”Kalau Ryamizard tidak jadi, kan berarti Yudhoyono memang sedang memainkan bandul politik TNI”, katanya. Mantan Kepala Staf Teritorial Letjen Purn. Agus Widjojo, juga menganjurkan pemerintah meninjau kembali skenario menaikkan Djoko Santoso menjadi Panglima TNI. ”Alangkah cantiknya dia (SBY-Red) jika Panglima TNI nanti giliran TNI AU”, katanya.

Hingga kini memang belum pernah seorang perwira tinggi TNI AU menjabat panglima TNI. Tapi, pengamat militer M.T. Arifin tidak yakin Yudhoyono bakal mengubah skenario yang telah lama dirancangnya. ”Yudhoyono pasti menginginkan posisi yang paling safe untuk dirinya dengan memilih Djoko Santoso”, ujarnya.

Namun, seorang bekas anggota tim sukses Yudhoyono mengaku agak heran jika Presiden berani melawan arus dengan menaikkan Djoko Santoso sebagai Panglima TNI. Sebab, selain didukung Wakil Presiden Jusuf Kalla. ”Dia bukan tipe melawan arus dan tak akan berani sendirian menaikkan Djoko”, ujarnya. Ia menduga ada pihak lain yang mendorong Yudhoyono mengambil keputusan itu.

Ryamizard sendiri sebenarnya mengaku gembira atas diangkatnya Djoko Santoso sebagai kader yang baik. Namun, tampaknya ia sadar, jalan menuju kursi Panglima TNI kini kian terjal. ”Kalau maunya pemerintah begitu, ya sudah”, katanya. ”Kalau jadi Panglima TNI syukur, kalau enggak
yan enggak apa-apa. Jabatan itu kan urusan Tuhan”. (Hanibal W. Y. Wijayanta, Bernarda Rurit, Abdul Manan .*.

Sudi Kiranya Memberi Komentar ..